Sistem peradilan nasional adalah keseluruhan komponen peradilan nasional. Pihak-pihak dalam proses peradilan, hirarki kelembagaan peradilan, maupun aspek-aspek yang bersifat prosedural yang saling terkait, sehingga terwujud keadilan hukum.
Lembaga peradilan bersifat merdeka, artinya kekuasaan kehakiman harus bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Dalam UUD 1945, pasal 24 ayat (2) dan pasal 10 ayat (1) dan (2); Undang-Undang nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, menentukan bahwa kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, serta Mahkamah Konstitusi.
Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara.
1.) Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah agung (MA) berkedudukan sebagai peradilan negara tertinggi dalam lingkungan peradilan di Indonesia. Lembaga ini bebas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya. Ini ditetapkan dalam UU no.5 tahun 2004 tentang Perubahan atas UU no. 14 tahun 1985 mengenai Mahkamah Agung. MA berkedudukan di ibukota negara. Wilayah hukumnya meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
Susunan MA terdiri atas pimpinan, hakim anggota, dan sekretaris MA. Pimpinan MA terdiri atas seorang ketua, dua orang wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda, yang semuanya berkedudukan sebagai Hakim Agung, dan jumlahnya paling banyak 60 orang, sedangkan sekretaris MA terdiri atas seorang sekretaris yang membawahi beberapa Direktur Jendral dan Kepada Badan.
Kekuasaan dan kewenangan MA, seperti termuat di dalam Bab III Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985, UU Nomor 5 Tahun 2004, meliputi:
- Memeriksa dan memutuskan permohonan kasasi, sengketa tentang kewenangan mengadadili, permohonan peninjauan kembali putusan pengadulan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
- Memberikan pertimbangan dalam bidang hukum, baik diminta atau tidak kepada lembaga tinggi negara.
- Memberikan nasihat hukum kepada Presiden selaku kepala negara untuk pemberian atau penolakan grasi.
- Menguji secara materiil peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.
- Mahkamah Agung dan pemerintah bersama-sama melakukan pengawasan atas penasehat hukum dan notaris.
- Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberikan petunjuk kepada Pengadilan di semua lingkungan peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan kehakiman.
- Melaksanakan tugas dan wewenang lain berdasarkan UU.
2. Mahkamah Konstitusi (MK)
- Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945.
- Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
- Memutuskan pembubaran partai politik.
- Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (Pemilu)
- Memberi keputusan atas pendapat DPR, bahwa Presiden dan Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, yaitu tindak pidana terhadap keamanan negara sebagaimana diatur di dalam UU, seperti korupsi dan penyuapan, tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara lima tahun datau lebih, dan perbuatan tercela yang dapat merendahkan martabat Presiden dan atau Wakil Presiden sebagaimana ditentukan dalam pasal 6 UUD 1945.
3. Komisi Yudisial (KY)
- Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR.
- Dapat menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim.
- Meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan yang diduga melakukan pelanggaran perilaku hakim.
- Memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim.
- Membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.