Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Home » Pengertian » Sejarah » Teori Wisya, Teori Brahmana, dan Teori Arus Balik

Teori Wisya, Teori Brahmana, dan Teori Arus Balik

3 min read

Pada kesempatan sebelumnya freedomsiana.id membagikan informasi mengenai teori masuknya agama Hindu ke Indonesia, yaitu teori ksatria yang dikemukakan oleh F.D.K Bosch. Teori tersebut mengemukakan bagaimana proses masuknya agama dan kebudayaan Hindu melalui para ksatria atau prajurit dari kerajaan di India yang melarikan diri ke Indonesia.

Selain teori ksatria, masuknya dan berkembangnya agama Hindu di Indonesia juga memiliki teori lainnya, diantaranya adalah teori waisya, teori brahmana, dan teori arus balik. Beriku penjelasan dari masing-masing teori tersebut.

Daftar Isi

1. Teori Waisya

Teori waisya dikemukakan oleh N.J. Krom. Teori ini menyatakan bahwa kaun pedagang dari India selain berdagang juga membawa adat dan kebiasaan atau budaya negaranya. Menurut N.J. Krom, kaum pedagang merupakan golongan yang terbesar yang datang ke Indonesia. Mereka pada umumnya menetap di Indonesia dan kemudian memegang peranan penting dalam proses penyebaran kebudayaan India melalui penguasa-penguasa Indonesia.

N.J. Krom mengungkapkan adanya perkawinan antara para pedagang tersebut dengan wanita Indonesia. Perkawinan tersebut dianggap sebagai saluran penyebaran pengaruh yang sangat penting dalam teori ini. G. Coedes berpendapat bahwa yang memotivasi para pedagang India untuk datang ke Asia Tenggara adalah keinginan untuk memperoleh barang tambang terutama emas dan hasil hutan.

Kelemahan Teori Waisya

Kebenaran teori waisya ini diragukan, alasannya jika para pedagang yang berperan terhadap penyebaran kebudayaan, pusat-pusat kebudayaan seharusnya hanya ada di wilayah perdagangan, seperti pelabuhan atau pusat kota yang ada di dekatnya. Kenyaraannya, pengaruh kebudayaan Hindu ini banyak terdapat di wilayah pedalaman, seperti dibuktikan dengan adanya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu di pedalaman Pulau Jawa.

2. Teori Brahmana

Teori Brahma dikemukakan oleh Van Leur. Van Leur merupakan tokoh utama yang melontarkan teri brahmana. Inti dari teori ini yaitu penyebaran agama dan kebudataan India ke Indonesia yang dilakukan oleh golongan brahmana.  Para brahmana datang ke Indonesia atas undangan para penguasa Indonesia. Oleh karena itu, kebudayaan yang mereka bawa dan dikenalkan di Indonesia merupakan budaya golongan brahmana.

Setelah datang ke Indonesia atas undangan para penguasa, para brahmana itu juga memimpin pelaksanaan upacara vratyastoma. Upacara vratyastoma adalah upacara dalam agama Hindu yang dilakukan apabila ada seorang pengikut Hindu yang melakukan kesalahan sehingga ia dikeluarkan dari kastanya.

Ia dapat diterima kembali ke dalam kastanya apabila telah melakukan upacara vratyastoma. Pelaksanaan upacara vratyastoma harus dipimpin oleh seorang brahmana. Menurut Paul Wheatly, para penguasa lokal di Asia Tenggara sangat berkepentingan dengan kebudayaan India dengan tujuan mengangkat status sosial mereka.

Van Leur melandasi pendapatnya dengan keyakinan bahwa antara India dan Indonesia terjadi hubungan perdagangan. Dalam hubungan tersebut dimungkinkan bukan hanya orang-orang India yang datang ke Indonesia, melainkan juga sebaliknya banyak orang Indonesia yang datang ke India.

Dengan argumennya tersebut, Van Leur juga menyanggah adanya teori ksatria dan teori waisya dalam proses masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia. Alasan Van Leur tidak sependapat adanya kolonisasi dalam proses masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha karena jika ada kolonisasi berarti ada bukti penaklukan (oleh golongan ksatria).

Dengan begitu berarti ada pihak yang menang dan ada pihak yang kalah, padahal sampai sekarang belum ditemukan sumber tertulis (prasasti) yang mendukung/memuat peristiwa tersebut.

Selain itu, jika terjadi kolobisasi akan disertai dengan pemindahan segala unsur masyarakat di India ke Indonesia, seperti sistem kasta, kerajinan, bentuk bangunan, bahasa, tata kota, dan pergaulan. Namun, pada kenyataannya hal tersebut tidak terjadi (tidak ada) karena yang ada dan yang terjadi di India tidak semuanya sama dengan yang ada di Indonesia.

Sebagai Contoh, pada bentuk bangunan candi yang berbeda antara India dan bangunan candi di Indonesia. Adapun sanggahan mengenai teori waisya adalah bahwa ajaran Hindu milik kaum brahmana dan hanya mereka yang mengetahui isi kitab Weda.

Jadi, tidak mungkin apabila dibawa oleh golongan pedagang. Kebenaran teori brahmana ini diragukan, alasannya walaupun benar hanya para brahmana yang dapat membaca dan menguasai kita weda, para pendeta Hindu tersebut pantang menyebarangi lautan.

3. Teori Arus Balik

Teori arus balik dikemukakan oleh F.D.K Bosch yang sebelumnya juga mengemukakan teori ksatria, kemudian berubah pikiran. Hal itu dapat terjadi karena ia menemukan fakta-fakta baru. Bosch berpendapat bahwa golongan cedekiawan yang dimaksud aadalah para pendeta dan biksu.

Teori ini didukung oleh sejarawan Van Leur. Menurut pendapat Van Leur, orang Indonesia juga berperan dalam proses masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha (India). Para pedagang yang berasal dari Indonesia datang sendiri ke India karena penasaran dengan agama dan kebudayaan India. Mereka menetap dan belajar di India selama beberapa waktu, kemudian pulang kembali membawa agama dan kebudayaan India serta menyebarkannya kepada masyarakat setempat.

Adapun bukti teori arus balik adalah adanya Prasasti Nalanda yang menyebutkan bahwa Raja Balaputradewa dari Kerajaan Sriwijaya meminta kepada raja India untuk membangun wihara di Nalanda sebagai sebagai tempat untuk menimba ilmu bagi para tokoh dari Sriwijaya. Permintaan tersebut dikabulkan oleh penguasa di India.

Dengan demikian, banyak orang  Indonesia yang menuntit ilmu di India. Setelah mereka kembali ke Indonesia, kemudian menyebarkan agama Hindu-Buddha. Kepedulian Raja Balaputradewa terhadap perkembangan agama Buddha di Sriwijaya perlu diteladani.

Kepedulian pemimpin dalam kegiatan keagamaan tersebut akan mendorong perkembangan sikap religius masyarakat yang dipimpinnya dan perkembangan peradaban yang diusung.

Berdasarkan teori-teori tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat di kepulauan Indonesia telah mencapai tingkatan tertentu sebelum munculnya kerajaan yang bersifat Hindu-Buddha. Dengan melalui proses akulturasi, budaya yang dianggap sesuai dengan kerakteristik masyarakat pada waktu itu diterima dengan menyesuaikan pada budaya masyarakat setempat. Sekian dan semoga bermanfaat.

Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *