Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Home » Agama » Tata Cara Pernikahan Dalam Agama Islam

Tata Cara Pernikahan Dalam Agama Islam

1 min read

Tata cara pernikahan dalam agama islam, berkut penjelasan singkat mengenai tata cara perrnikahan dalam agama islam.

1. Khitbah (Peminangan)

Setelah seseorang mendapat kemantaban dalam menentukan wanita pilihannya, maka hendaklah segera meminangnya. Laki-laki tersebut harus menghadap orang tua/wali dari wanita pilihannya itu untuk menyampaikan kehendak hatinya, yaitu meminta agar ia direstui untuk menikahi anaknya. Adapun wanita yang tidak boleh dipinang adalah bilamana memenuhi dua syarat, yaitu sebagai berikut.

a. Pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan  syar’i yang menyebabkan laki-laki dilarang memperistrinya saat itu, seperti karena suatu hal sehingga wanita tersebut haram dinikahi selamanya (masih mahram) atau sementara (masa idah atau ditinggal suami atau ipar dan lain-lain).
b. Belum dipinang orang lain secara sah, sebab Islam mengharamkan seseorang meminang pinangan saudaranya.

Dari Uqbah bin Amir r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang mukmin adalah saudara orang mukmin yang lain. Maka tidak halal bagi seorang mukmin menjual barang yang sudah dibeli saudaranya dan tidak halal pula meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya, sehingga saudaranya itu meninggalkannya.” (H.R.Jama’ah)
Disunahkan melihat wanita yang akan dipinang dan boleh melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahi wanita itu. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw. yang artinya: “Apabila seseorang di antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika ia bisa melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah!”
Apabila seorang laki-laki telah melihat wanita yang dipinang, serta wanita pun telah melihat laki-laki yang meminangnya, sebaiknya keduanya melakukan salat Istikharah dan berdo’a kepada Allah Swt. agar diberikan pilihan yang baik. Salah Istikharah ini bertujuan  menetapkan pilihan kepada calon yang baik, bukan untuk mencari keputusan jadi atau tidaknya pernikahan. Salat Istikharah hendaknya dilakukan dengan hati yang ikhlas. Salat Istikharah ini tidak hanya dilakukan untuk keperluan mencari jodoh saja, tetapi dalam segala urusan jika seseorang mengalami rasa bimbang untuk mengambil suatu keputusan tentang urusan yang penting. Hal ini untuk menjauhkan diri dari kemungkinan terjatuh kepada penderitaan hidup. Insya Allah ia akan mendapatkan kemudahan dalam menetapkan suatu pilihan.

2. Akad Nikah

Dalam akad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut:

  1. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
  2. Adanya ijab kabul.
  3. Adanya mahar.
  4. Adanya wali.
  5. Adanya saksi-saksi.
Rasulullah saw. bersabda, “Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi adil.” (H.R. Baihaqi dari imran dan dari Aisyah, sahih, . liat sahih Al-Jamius Shagrir oleh Syaikh Al-Albani no. 7.557)

Baca: Hikmah pernikahan (menikah) dalam agama Islam

3. Walimah

Pernikahan merupakan suatu ibadah. Islam telah mengatur masalah pernikahan secara rinci, mulai dari pemilihan pasangan sampai setelah dilaksanakannya akad nikah yaitu pelaksanaan walimah urusy. Walimah urusy merupakan tanda pengumuman untuk pernikahan yang menghalalkan hubungan suami istri. Dengan mengadakan walimah usrusy berarti telah mengumumkan pernikahan kepada khalayak agar tidak menimbulkan fitnah atau shubhat (kecurigaan) masyarakat yang mengira orang yang sudah melakukan akad nikah tersebut melakukan perbuatan yang tidak dibolehkan syarak. Dasarnya adalah sabda Rasulullah saw. kepada Abdurrahman bin Auf: “…Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing (H.R. Abu Dawud dan disahihkan oleh Al-Albani dalam sahih Sunan Abu Dawud no.1.854)
Memenuhi undangan walimah hukumnya wajib. Jika kalian diundang walimah, sambutlah undangan itu (baik undangan pernikahan atau yang lainnya). Barang siapa yang tidak menyambut undangan itu berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan rasul-Nya. (H.R. Bukhari 9/198, Muslim 4/152, dan Ahmad no. 6.337 dan Baihaqi 7/262 dari Ibnu Umar). Akan tetapi, tidak wajib menghadiri undangan apabila di dalamnya terdapat sesuatu hal yang dapat merusak iman kita atau bertentangan dengan agama islam.
Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *