Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Home » Sejarah » Sistem Kepercayaan Manusia Purba

Sistem Kepercayaan Manusia Purba

1 min read

Tahukah Anda, bagaimana sistem kepercayaan nenek moyang kita? Bagaimana mereka melakukan atau menjalankan kepercayaannya? Nenek moyang kita percaya bahwa ada kekuatan lain yang mahakuat yang ada di luar dirinya. Mereka mengenai kepercayaan kehidupan setelah kematian.

Perwujudan kepercayaan nenek moyang dituangkan dalam berbagai bentuk, seperti dengan karya seni. Salah satunya berfungsi sebagai bekal kubur untuk orang yang telah meninggal. Seiring dengan adanya bekal kubur tersebut, manusia purba telah mengenal penguburan mayat.

Pada saat itulah, mereka mengenal sistem kepercayaan. Sebelum meninggal, manusia menyiapkan dirinya dengan membuat berbagai bekal kubur dan membuat tempat penguburan yang menghasilkan karya seni yang cukup bagus.

Sistem Kepercayaan Masyarakat Praaksara

Masyarakat pada zaman praaksara (terutama pada periode zaman neolitikum) telah mengenal adanya sistem kepercayaan.  Mereka sudah memahami/mengetahui adanya kehidupan setelah meninggal. Mereka menyakini bahwa roh seseorang yang telah meninggal akan ada kehidupan di alam yang lain.

Oleh karena itu, mereka menyakini bahwa roh orang yang sudah meninggal akan senantiasa dihormati oleh sanak kerabatnya. Sehubungan dengan hal tersebut, kegiatan ritual yang paling menonjol adalah upacara penguburan.

Dalam tradisi penguburan, jenazah orang yang telah meninggal dibekali dengan berbagai benda dan peralatan kebutuhan sehari-hari, seperti barang-barang perhiasan, periuk, dan benda lainnya yang dikubur bersama mayatnya.

Adanya bekal tersebut dimaksudkan agar perjalanan arwah orang yang meninggal selamat dan dapat terjamin dengan baik. Dalam upacara penguburan semakin kaya orang yang meninggal, upacara penguburannya juga semakin mewah.  Begitu juga dengan barang-barang berharga yang ikut dikubur.

Selain adanya upacara penguburan, juga ada upacara-upacara pesta untuk mendirikan bangunan suci. Mereka memercayai bahwa manusia yang sudah meninggal akan mendapatkan kebahagiaan jika jenazahnya ditempatkan pada susunan batu-batu besar, seperti pada sarkofagus atau peti batu.

Sarkofagus

Batu-batu besar tersebut menjadi lambang perlindungan bagi manusia yang berbudi luhur dan juga memberikan peringatan bahwa kebaikan kehidupa di akhirat hanya akan dapat dicapai sesuai dengan perbuatan baik selama hidup di dunia. Hal tersebut sangat bergantung pada kegiatan upacara kematian yang pernah dilakukan untuk menghormati leluhurnya.

Oleh karena itu, upacara kematian merupakan manifestasi dari rasa sakit dan hormat seseorang terhadap leluhurnya yang telah meninggal. Adanya sistem kepercayaan masyarakat praaksara tersebut telah melahirkan tradisi megalitik (zaman megalitikum = zaman batu besar). Masyarakat pada zaman megalitikum mendirikan bangunan batu-batu besar. Bangunan batu-batu besar tersebut, seperti menhir, sarkofagus, dolmen, dan punden berundak.

Pada zaman praaksara, seseorang dapat dilihat kedudukan sosialnya dari cara penguburan jenazahnya. Bentuk dan bahan wadah kubur dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui status sosial seseorang.  Sebagai contoh, penguburan dengan sarkofagus memerlukan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan penguburan yang tidak mengunakan wadah. Pengelolaan tenaga kerja tersebut sering juga digunakan sebagai indikator statifikasi sosial seseorang dalam masyarakat.

Kepercayaan Animisme dan Dinamisme

Adanya sistem kepercayaan dan tradisi batu besar tersebut mendorong perkembangan kepercayaan animisme dan kepercayaan dinamisme. Kepercayaan animisme adalah sebuah kepercayaan yang memuja roh nenek moyang, sedangkan kepercayaan dinamisme adalah kepercayaan yang memercayai bahwa ada benda-benda tertentu yang diyakini memiliki kekuatan gaib sehingga benda-benda tersebut sangat dihormati dan dikeramatkan.

Masyarakat zaman praaksara akhir juga mulai mengenai adanya sedekah laut. Upacara tersebut lebih banyak dikembangkan oleh para nelayan. Bentuk sedekah laut tersebut mungkin semacam selamatan apabila akan melakukan pelayaran atau mungkin juga pada waktu akan memulai membuat perahu. Ssampai sekarang sistem kepercayaan tersebut di beberapa daerah masih dapat ditemui.

Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *