Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Home » Materi » Sejarah » Sidang Pertama BPUPKI dan Sidang Kedua BPUPKI

Sidang Pertama BPUPKI dan Sidang Kedua BPUPKI

3 min read

Sekitar akhir tahun 1944, kedudukan Jepang dalam perang Pasifik sangat terdesak. Pasukan Sekutu dibawah pimpinan Douglas MacArthur dengan strategi militernya berhasil merebut pulau demi pulau yang dikuasi Jepang, dan telah berhasil mendekati negara tersebut. Dalam kondisi yang sudah terdesak, Jepang mengulangi kembali janjinya memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.

Baca: Janji Kemerdekaan Dari Jepang Kepada Indonesia

Pada tanggal 7 September 1944 dalam sidang istimewa Parlemen Jepang (Teikoku Gikai) yang ke-85 di Tokyo, Perdana Menteri Kuniaki Koiso mengumumkan sikap pemerintah Jepang: Bahwa daerah Hindia Timur (Indonesia) akan diperkenankan merdeka.

Untuk membuktikan kesungguhannya, pada tanggal 1 Maret 1945 Letnan Jenderal Kumakici Harada sebagai panglima tentara Jepang di Jawa mengumumkan dibentuknya Dokuritsu Junbi Coosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, disingkat BPUPKI). Badan ini bertugas menyelidiki berbagai hal terkait dengan aspek politik, ekonomi, pemerintahan, dan hal-hal lain yang diperlukan bagi pembentukan sebuah negara merdeka.

Badan ini diketuai oleh dr. Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil R.P. Soeroso (saat itu menjabat sebagai residen di Kedu, Jawa Tengah). Anggota BPUPKI berjumlah 60 orang, diantaranya masuk juga wakil dari golongan masyarakat Tionghoa, Arab, peranakan Belanda, serta 7 orang lainnya sebagai anggota istimewa dari Jepang. Selama dibentuk BPUPKI telah mengadakan 2 kali sidang yang menghasilkan beberapa keputusan, berikut informasinya!

Sidang Pertama BPUPKI

BPUPKI melakukan sidang pertama dari tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Hasil utama sidang ini adalah sebuah rumusan yang menjadi dasar negara. Setelah melalui proses yang panjang dan dengan menimbang berbagai usulan, baik dari Mr. Muh. Yamin, Prof. Dr. Soepomo, dan Ir. Soekarno, pada hari terakhir sidang Ir. Soekarno mengemukakan luma rumusan dasar negara, yaitu:

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme atau perikemanusiaan.
  3. Mufakat atau demokrasi
  4. Kesejahteraan sosial
  5. Ketuhanan Yang Maha Esa
Menurut saran dari seorang ahli bahasa, rumusan ini kemudian diberi nama Pancasila. Selanjutnya Soekarno menambahkan bahwa Pancasila ini bisa diringkas menjadi Trisila yang terdiri dari sosial nasionalisme, sosial demokrasi, dan ketuhanan. Masih menurut Soekarno, Trisila dapat diringkas lagi menjadi satu sila atau eka sila, yaitu gotong royong. Ringkasan-ringkasan dari Pancasila ini mempunyai nilai falsafah yang tinggi. Intinya bahwa dasar berdirinya sebuah negara adalah dukungan seluruh rakyat secara bersama-sama atau dengan gotong royong.
Meski demikian, sampai sidang berakhir belum diperoleh kata sepakat untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Oleh karena itu, BPUPKI kemudian membentuk panitia kecil. Karena anggotanya hanya 9 orang, maka disebut dengan Panitia Sembilan. Tugasnya adalah menyelesaikan rumusan dasar negara serta tujuan dan asas yang akan digunakan oleh negara Indonesia yang akan lahir.
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil menyusun dokumen penting yang sampai saat ini masih kita gunakan sebagai rambu-rambu dasar kebijakan pemerintah Indonesia, yakni preambul yang berisi asas dan tujuan negara Indonesia merdeka. Rumusan dasar negara yang tercantum di dalam Piagam Jakarta, yang tersusun dari hasil musyawarah dan mufakat tersebut adalah sebagai berikut.
  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dalam preambul dinyatakan: “.. .kemerdekaan Indonesia suatu susunan Negara Republik indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya …“. Selain itu, disepakati bahwa Islam adalah agama negara, dan Presiden Republik Indonesia harus seornag yang berasal dari agama Islam. Pada tanggal 22 Juni 1945, kesepakatan tersebut ditandatangani, berpetapan denga hari jadi Kota Jakarta. Oleh karena itu dokumen tersebut dikenal dengan nama Piagam Jakarta.

Sidang Kedua BPUPKI

Selanjutnya, hasil Panitia Sembilan ini disampaikan pada sidang kedua BPUPKI. Dalam sidang kedua ini, selain dasar negara BPUPKI juga mengagendakan bentuk negara dan batas wilayah negara. Dalam sidang ini BPUPKI juga membentuk tiga panitia, yaitu terdiri dari panitia hukum dasar, panitia masalah ekonomi, dan panitia masalah bela negara. Panitia hukum dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno diberi tugas membahas masalah rancangan Undang-Undang Dasar Negara.
Selanjutnya pada tanggal 14 Juli 1945, selaku ketua panitia hukum dasar, Ir. Soekarno mengajukan rancangan isi dari hukum dasar tersebut yang terdiri atas tiga bagian yang meliputi:

  1. Pernyataan Indonesia merdeka
  2. Pembukaan Undang-Undang Dasar
  3. Batang tubuh undang-undang dasar
Rancangan pernyataan Indonesia merdeka diambil dari tiga kalimat awal alinea pertama dari rancangan pembukaan UUD, sedangkan rancangan pembukaan UUD diambil dari Piagam Jakarta. Sidang menerima dengan baik usulan panitia hukum dasar ini.
Setelah BPUPKI menyelesaikan tugasnya, badan ini dibubarkan pada tanggal 7 Agutus 1945 dan digantikan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Inkai. Anggotanya dipilih langsung oleh Marsekal Terauchi, penguasa tertinggi Jepang untuk wilayah Asia Tenggara. Jumlahnya 21 orang (kemudian ditambah lagi enam orang tanpa sepengetahuan Jepang), di antaranya Ir. Soekarno (Ketua), Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua), Prof. Mr. Dr. Soepomo (Anggota), dan KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota).
Badan ini kemudian ditetapkan pada tanggal 9 Agustus 1945. Marsekal Terauchi kemudian mengundang tiga tokoh pergerakan nasional, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman Wedyodiningrat untuk datang ke markas pusat Jepang di Asia Tenggara, yaitu di Dalat, Vietnam Selatan. Dalam pertemuan itu, penguasa tertinggi Jepang mengatakan akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945, dengan wilayah meliputi seluruh wilayah bekas Hindia Belanda.
Akan tetapi, sekembalinya tokoh-tokoh ini dari Dalat, diperoleh informasi bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu setelah bom atom Sekutu meluluhlantakan Kota Hiroshima dan Nagasaki. Selanjutnya, atas tekad bersama dan dipelopori oleh tokoh-tokoh pemuda pergerakan nasional, bangsa Indonesia kemudian memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, tujuh hari lebih maju dari tanggal yang dijanjikan Jepang. Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa kemerdekaan yang dicapai bangsa Indonesia murni perjuangan bangsa sendiri, bukan pemberian Jepang.
Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *