Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Home » Agama » Sejarah » Sejarah Terbentuknya Jaringan Keilmuan di Nusantara

Sejarah Terbentuknya Jaringan Keilmuan di Nusantara

1 min read

Terbentuknya Jaringan Keilmuan di Nusantara,- Berkembangnya pendidikan dan pengajaran Islam, telah berhasil menyatukan wilayah Nusantara yang sangat luas. Daua hal yang mempercepat proses itu yaitu penggunakan Aksara Arab dan bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu (lingua franca). Semua ilmu yang diberikan di lembaga pendidikan Islam di Nusantara ditulis dalam aksara Arab, baik dalam bahasa Arab maupun bahasa Melau atau Jawa. Aksara Arab itu disebut dengan banyak sebutan, seperti huruf Jawi (Melayu) dan huruf pegon (di Jawa). Luasnya penguasaan Arab ke Nusantara telah membuat para pengunjung asal Eropa ke Asia Tenggara terpukau oleh tingginya tingkat kemampuan baca tulis yang mereka jumpai.

Pada tahun 1579, orang spanyol merampas sebuah kapal kecil dari Brunei. Orang Spanyol itu menguji apakah orang-orang Melayu yang menyatakan sebagai budak-budak sultan itu dapat menulis. Dua dari tujuh orang itu dapat menulis, dan semuanya mampu membaca surat kabar berbahasa Melayu sendiri-sendiri.

Berkembangnya pendidikan Islam di istana-istana raja seolah menjadi pendorong munculnya pendidikan dan pengajaran di masyarakat. Setelah terbentuknya berbagai ulama hasil didikan dari istana-istana, maka para murid-muridnya melakukan pendidikan ke tingkat yang lebih luas, dengan dilangsungkannya pendidikan di rumah-rumah ulama masyarakat umum, khususnya sebagai tempat pendidikan dasar, layaknya kuttab di wilayah Arab. Sebagaimana kuttab (lembaga pendidikan dasar di Arab sejak masa Rasulullah) yang biasa mengambil tempat di rumah-rumah ulama, di Nusantara pendidikan dasar berlangsung di rumah-rumah guru. Palajaran yang diberikan terutama membaca al-Quran, menghafal ayat-ayat pendek, dan belajar bacaan salat lima waktu. Dan ini diperkirakan sama tuanya dengan kehadiran Islam di wilayah Nusantara.

Ketika Kerajaan Samudera Pasai mengalami kemunduran dalam bidang politik, tradisi keilmuannya tetap berlanjut. Samudera Pasai terus berfungsi sebagai pusat studi Islam di Nusantara. Namun, ketika Kerajaan Malaka telah masuk Islam, pusat studi keislaman tidak lagi hanya dipegang oleh Samudera Pasai. Malaka kemudian juga berkembang sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara bahkan Kerajaan Malaka telah mengundang banyak ulama dari mancanegara untuk berpartisipasi dengan lebih intensif dalam proses pendidikan dan pembelajaran agama Islam. Sedangkan di Banten, lembaga pendidikan sudah banyak berkembang dan menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam di Pulau Jawa. Para ulama dari berbagai negara menjadikan Banten sebagai pusat untuk belajar.

Di Nusantara, masjid-masjid yang berada di pemukiman penduduk yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat menjalankan fungsi pendidikan dan pengajaran untuk masyarakat umum. Di sinilah terjadi demokratisasi pendidikan dalam sejarah Islam. Demikianlah yang terjadi di wilayah-wilayah Islam di Nusantara, seperti Malaka dan kemudian Johor, Aceh Darussalam, Minangkabau, Palembang, Demak,  Cirebon, Banten, Pajang, Mataram, Gowa-Tallom Bone, Ternate, Tidore, Banjar, Papua, dan sebagainya. Bahkan mungkin karena memiliki tingkat otonomi dan kebebasan tertentu, di masjid proses pendidikan dan pengajaran mengalami perkembangan. Tidak jarang di antaranya berkembang menjadi sebuah lembaga pendidikan yang cukup kompleks, seperti madrasah di Aceh, surau di Minangkabau, langgar di Kalimantan, dan pesantren di Jawa.

Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *