Kata sejarah berasal dari kata Arab (Sajaratun) yang artinya pohon. Dalam bahasa Arab sendiri, sejarah disebut “tarikh” yang berarti waktu atau penanggalan. Kata Sejarah lebih dekat pada bahasa Yunani yaitu historia yang berarti ilmu atau orang pandai.
Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi history, yang berarti masa lalu manusia. Kata lain yang mendekati acuan tersebut adalah Geschichte yang berarti sudah terjadi.
Pengertian sejarah menyangkut dengan waktu dan peristiwa. Oleh karena itu masalah waktu penting dalam memahami satu peristiwa, maka para sejarawan cenderung mengatasi masalah ini dengan membuat periodisasi.
Sejarah Sumpah Pemuda
Sumpah Pemuda merupakan salah satu peristiwa bersejarah yang terjadi di Indonesia. Sumpah pemuda adalah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia.
Yang dimaksud dengan “Sumpah Pemuda” adalah keputusan Kongres Pemuda kedua yang diselenggarakan dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia (sekarang Jakarta). Keputusan ini menegaskan cita-cita akan ada “tanah air Indonesia“, “bangsa Indonesia“, dan “bahasa Indonesia“. Keputusan ini juga diharapkan menjadi asas bagi setiap “perkumpulan kebangsaan Indonesia” dan agar “disiarkan dalam segala surat kabar dan dibacakan di muka rapat perkumpulan-perkumpulan“.
Istilah “Sumpah Pemuda” sendiri tidak muncul dalam keputusan kongres tersebut, melainkan diberikan setelahnya. Berikut ini adalah bunyi tiga keputusan kongres tersebut sebagaimana tercantum pada prasasti di dinding Museum Sumpah Pemuda. Penulisan menggunakan ejaan van Ophuysen.
Pertama:
“Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia“.
Kedua:
“Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia“.
Ketiga:
“Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia“.
Rumusan Kongres Sumpah Pemuda ditulisa Moehammad Yamin pada secarik kertas yang disodorkan kepada Soegondo ketika Mr. Sunario tengah berpidato pada sesi terakhir kongres (sebagai utusan kepanduan) sambil berbisik kepada Soegondo: Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan untuk keputusan Kongres ini), yang kemudian Soegondo membubuhi paraf setuju pada secarik kertas tersebut.
Kemudian diteruskan kepada yang lain untuk paraf setuju juga. Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin.