Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Home » Sejarah » Politik Luar Negeri Indonesia Masa Soekarno (Demokrasi Terpimpin)

Politik Luar Negeri Indonesia Masa Soekarno (Demokrasi Terpimpin)

1 min read

Politik Luar Negeri Indonesia Masa Soekarno (Demokrasi Terpimpin) – Pada awal pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, Indonesia cukup berperan aktif dalam menciptakan perdamaian dan hubungan Internasional. Hal tersebut tampak pada kebijakan-kebijakan presiden dalam politik luar negerinya, antara lain sebagai berikut.

  • Ikut ambil bagian dalam upaya perdamaian di Kongo dengan mengirimkan Misi Garuda II yang bergabung dengan pasukan perdamainan PBB yang bernama United Nations Operation of Congo (UNOC).
  • Pada tanggal 30 September 1960, Presiden Soekarno berpidato dalam Sidang Umum PBB yang menguraikan tentang Pancasila, perjuangan merebut Irian Barat, kolonialisme, meredakan ketegangan dunia Timur dan Barat serta usaha memperbaiki organisasi PBB. Pidati presiden Soekarno ini berjudul “To Build The Word a New” atau membangun dunia baru.
  • Ikut memprakarsai berdirinya Gerakan Non-Blok.
  • Berhasil menyelenggarakan pesta olahraga bangsa-bangsa Asia (Asian Games IV) di Jakarta 24 Agustus – 4 September 1962.

Akan tetapi hubungan Indonesia dengan negara-negara Barat semakin merenggang setelah Barat bersifat pasif dalam masalah pengembalian Irian Barat kepada Indonesia. Sebaliknya hubungan dengan negara-negara sosialis komunis semakin erat karena Uni Soviet bersedia memberi kredit dalam pembelian peralatan militer.

Politik luar negeri bebas-aktif diganti dengan politik luar negeri poros Jakarta-Pnom Phen-Peking. Politik bebas-aktif dibelokkan menjadi politik konfrontasi terhadap apa yang disebut “Old Established Forces” (Oldefo) bersama-sama dengan “New Emerging Forces” (Nefo). Sebagai bagian terhadap aksi menentang Oldefo, Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia.

Hal ini disebabkan pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap membahayakan eksistensi Indonesia dan negara-negara Blok Nefo. Dalam rangka konfrontasi tersebut, Presiden Soekarno mengucapkan Dwi Komando Raktay (DWIKORA) pada tanggal 3 Mei 1964 yang isinya sebagai berikut.

a. Perhebat ketahanan revolusi Indonesia.
b. Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Malaysia.

Pelaksanaan Dwikora diawali dengan pebentuka Siaga di bawah pimpinan Marsekal Omar Dahi yang bertugas mengirim sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat. Hal ini menunjukkan adanya campur tangan Indonesia terhadap masalah-masalah negeri Malaysia. Terpilihnya Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB menjadi pukulan berat bagi Indonesia. PBB dianggap telah dikuasai oleh kekuatan Blok Aldefo.

Pada tanggal 7 Januari 1965 Indonesia menyatakan keluar dari keanggotaan PBB. Aksi upaya damai untuk mengakhiri konfrontasi Indonesia-Malaysia dilakukan dengan menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tiga negara, meliputi Indonesia, Filipina, dan Malaysia di Tokyo, tetapi tidak memperoleh kesepakatan. Konfrontasi Indonesia-Malaysia berakhir setelah terjadi perubahan politik di Indonesia, yaitu pada masa Orde Baru.

Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *