Pada tahun 1521 Portugis berhasil memasuki Kepulauan Maluku dan memusatkan aktivitasnya di Ternate. Spanyol juga memasuki kepulauan Maluku dan memusatkan kedudukannya di Tidore sehingga terjadilah persaingan antara keduanya. Persaingin semakin tajam setelah Portugis menjalin persekutuan dengan Ternate dan Spanyol menjalin persekutuan dengan Tidore.
Pada tahun 1529 terjadi perang antara Tidore dan Portugis. Portugis memperoleh kemenangan karena mendapat dukungan dari Ternate dan Bacan. Adapun penyebabnya adalah kapal-kapal Portugis menembaki jung-jung dari Banda yang akan membeli cengkih ke Tidore.
Untuk menyelesaikan persaingan antara Portugis dan Spanyol dilakukan Perjanjian Saragosa pada tahun 1534. Dengan perjanjian tersebut kedudukan Portugis di Maluku semakin kuat dalam melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah.
Kedudukan Portugis tersebut menganggu kedaulatan kerajaan-kerajaan yang ada di Maluku hingga pada tahun 1565 muncul perlawanan rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Khaerun/Hairun.
Portugis kewalahan menghadapi serangan Sultan Hairun sehingga Portugis menawarkan perundingan kepada Sultan Hairun. Perundingan tersebut hanyalah tipu muslihat, ketika sedang berunding Sultan Hairun ditangkap dan dibunuh.
Perlawanan dilanjutkan oleh Sultan Baabullah (putra Sultan Hairun). Seluruh rakyat berhasil disatukan untuk melawan Portugis. Akhirnya pada tahun 1575 Portugis dapat didesak dan berhasil diusir dari Ternate. Portugis kemudian melarikan diri dan menetap di Ambon sampai tahun 1605. Pada tahun 1605 Portugis dapat diusir VOC dari Ambon dan kemudian menetap di Timor Timur.
Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap VOC
Pada tahun 1680 VOC memaksakan perjanjian baru dengan Tidore. Kerajaan Tidore semula sebagai sekutu VOC turun statusnya menjadi vasal. Sebagai penguasa yang baru diangkat Putra Alam sebagai Sultan Tidore (menurut tradisi Kerajaan Tidore seharusnya yang berhak sebagai sultan adalah Sultan Nuku)
Penempatan Kerajaan Tidore sebagai daerah kekuasaan VOC menimbulkan protes dari Pangeran Nuku. Di bawah Pangeran Nuku, rakyat Maluku melawan kekuatan kompeni Belanda (tentara VOC).
Perlawanan Sultan Nuku tersebut mendapat dukungan dari rakyat Papua yang dipimpin oleh Raja Ampat dan orang-orang Gamrange dari Halmahera. Sultan Nuku diangkat oleh pengikutnya sebagai sultan dengan gelar Tuan Sultan Amir Muhammad Syafiudin Syah.
Sultan Nuku juga berhasil menyakinkan Sultan Aharal dan Pangeran Ibrahim untuk melawan VOC, bahkan Inggris juga memberi dukungan. Dalam perlawanan tersebut, VOC kewalahan dan tidak mampu membendung Sultan Nuku. Sultan Nuku berhasil mengembalikan pemerintahan yang berdaulat di Tidore sampai beliau meninggal.
Baca juga: Rumah Adat Maluku
Nah, itulah dia artikel singkat tentang sejarah perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis dan VOC. Demikian artikel yang dapat kami bagikan tentang sejarah kolonialisme di Indonesia, dan semoga bermanfaat.