Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Home » Sejarah » Perang Padri

Perang Padri

2 min read

Perang Padri terjadi pada tahun 1821–1837 di Minangkabau, Sumatra Barat. Sebenarnya Perang Padri merupakan perlawanan kaum padri terhadap dominasi pemerintahan Belanda di Sumatra Barat. Terjadinya perang bermula dari adanya pertentangan antara kaum padri dan kaum adat dalam masalah praktik keagamaan.

Pertentangan tersebut dimanfaatkan sebagai pintu masuk bagi Belanda untuk campur tangan dalam urusan Minangkabau. Dalam melaksanakan pemurnian praktik ajaran Islam, kaum padri menentang praktik berbagai adat dan kebiasaan kaum adat yang dilarang dalam ajaran Islam. Kaum adat yang mendapat dukungan dari beberapa pejabat kerajaan menolak gerakan kaum padri.

Pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1821 mengangkat James du Puy sebagai residen di Minangkabau. Selanjutnya, pada tanggal 10 Februari 1821, James du Puy mengadakan perjanjian persahabatan dengan tokoh adat (Tuanku Suruaso) dan 14 penghulu Minangkabau.

Berdasarkan perjanjian tersebut, ada beberapa daerah kemudian diduduki oleh Belanda. Pada tanggal 18 Februari 1821 Belanda yang diberi kemudahan oleh kaum adat berhasil menduduki Simawang. Tindakan Belanda tersebut ditentang keras oleh kaum padri sehingga meletuslah Perang Padri pada tahun 1821.

Perang Padri dipimpin oleh?

Perang Padri Dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol yang melakukan pemulihan dan mengajak kaum Adat untuk berjuang bersama-sama melawan Belanda. Perang Padri dapat dibagi ke dalam tiga periode atau fase, yaitu sebagai berikut.

1. Periode Pertama (1821–1825)

Pada periode ini kaum padri menyerang pos-pos dan pencegatan terhadap patroli-patroli Belanda. Serangan kaum padri meluas di seluruh tanah Minangkabau. Pada tahun 1823 pasukan padri berhasil mengalahkan tentara Belanda di Kapau. Kesatuan kaum padri yang terkenal berpusat di Bonjol dengan pemimpinnya Peto Syarif (Tuangku Imam Bonjol).

Tuangku Imam Bonjol sangat gigig melawan kekejaman dan keserakahan Belanda di Minangkabau. Belanda merasa kewalahan dan mengadakan perundingan damai pada tanggal 26 Januari 1824 antara Belanda dan kaum padri di wilayah Alahan Panjang. Perundingan tersebut dikenal dengan Perjanjian Masang.

Tuanku Imam Bonjol tidak keberatan dengan peranjian tersebut, tetapi Belanda justru memanfaatkan dengan menduduki daerah-daerah lain. Tindakan Belanda tersebut menimbulkan amarah kaum padri Alahan Panjang dan menyatakan pembatalan kesepakatan dalam Perjanjian Masang, Tuangku Imam Bonjol menggelorakan kembali semangat untuk melawan Belanda.

2. Periode Kedua (1825–1830)

Pada fase ini ditandatangani Perjanjian Padang pada tanggal 15 November 1825. Berikut ini Perjanjian Padang.

  • Belanda mengakui kekuasaan pemimpin padri di Batusangkar, Suruaso, Padang Guguk Sigandang, Agam, Bukittinggi dan menjamin pelaksanaan sistem agama di daerahnya.
  • Kedua belah pihak tidak akan saling menyerang.
  • Kedua belah pihak akan melindungi para pedagang dan orang-orang yang sedang melakukan perjalanan.
  • Secara bertahap Belanda akan melarang praktik adu ayam.

3. Periode Ketiga (1830–1837/1838)

Pada periode ini sebagai upaya gencatan senjata pemerintaj kolonial Belanda mengeluarkan Plakat Panjang. Plakat Panjang adalah pernyataan atau janji yang isinya tidak akan ada lagi peperangan antara Belanda dan kaum padri. Setelah pengumuman Plakat Panjang, Belanda mulai menawarkan perdamaian kepada para pemimpin padri. Ada beberapa tokoh yang memenuhi ajakan Belanda untuk berdamai. Ada juga para pejuang yang terus melanjutkan perlawanan.

Pada tahun 1834 Belanda memusatkan kekuatannya untuk menyerang pasukan Imam Bonjol. Belanda mencoba mendekati Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai. Tuanku Imam Bonjol bersedia berdamai, tetapi dengan persyaratan antara lain jika tercapai perdamaian, Imam Bonhol minta agar rakyat Bonjol dibebaskan dari bentuk kerja paksa dan tidak diduduki Belanda.

Belanda tidak memberi jawaban justru semakin ketat mengepung pertahanan di bonjol. Sampai tahun 1837 benteng Bonjol berhasil dikepung dan dilumpuhkan, tetapi Tuanku Imam Bonjol dapat meloloskan diri. Residen Francis menyerukan Imam Bonjol untuk berunding. Pada tanggal 28 Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol menerima tawaran damai, tetapi ternyata ajakan berunding tersebut hanya tipu muslihat, Tuanku Imam Bonjol ditangkap dan dibawa ke Batavia.

Nah, itulah dia artikel tentang Perang Padri dan siapa pemimpin dalam Perang Padri, beserta periode Perang Padri. Demikian artikel yang dapat kami bagikan tentang sejarah Indonesia pada masa kolonialisme, dan semoga bermanfaat.

Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *