Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada masa Orde Lama telah menyebabkan istabilitas politik yang pada akhirnya menyebabkan penderitaan bagi seluruh rakyat. Kondisi tersebut menimbulkan semangat untuk melakukan perbaikan dengan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Setelah itu, lahirlah masa pemerintahan Orde Baru yang dimulai sejak tahun 1966.
Pemerintahan Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya surat perintah pada tanggal 11 Maret 1966 yang diikuti dengan pengangkatan Jenderal Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia yang kedua. Rakyat menaruh harapan besar pada pemerintah ini.
Selama Orde Baru telah dilangsungkan pemilu sebanyak enam kali, yaitu pada tahun 1971, 1977, 1982, 1992, dan 1997. Masa Orde Baru menjadi tumpuan harapan rakyat agar benar-benar dapat mewujudkan negara demokratis. Seluruh proses penyelenggaraan negara harus didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.
Masa Orde Baru berhasil melaksanakan pembangunan, dimulai dengan pelita (pembangunan lima tahun) yang ditunjukkan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, tingkat pendidikan, dan lain-lain.
Daftar Isi
Kehidupan Politik Pada Masa Orde Baru
Meskipun Indonesia mengalami perkembangan ekonomi dan stabilitas politik yang cukup stabil pada masa Orde Baru, namun dari aspek politik Indonesia mengalami kemunduran. Hal tersebut terlihat dari tersumbatnya aspirasi rakyat dalam jalannya pemerintahan.
Penyelenggaraan pemerintahan berpusat pada presiden dan ruang-ruang publik atau aspirasi rakyat cenderung terbungkam. Media massa ataupun parpol tidak dapat menjalankan fungsi kontrol yang semestinya sebagai negara demokrasi. Pemerintah pun cenderung berjalan secara otoriter. Kekuasaan negara berada di tangan Presiden Soeharto selama 32 tahun.
Penyimpangan Pada Masa Orde Baru
Adapun beberapa penyimpangan yang terjadi pada masa Orde Baru adalah sebagai berikut.
1. Pembatasan Hak-Hak Rakyat
Jumlah partai politik dibatasi hanya tiga. Walaupun ada kebebasan pers, dalam kenyataannya pemerintah dapat memberedel penerbitan pers. Bagi warga negara yang berani mengkritik pemerintah dianggap melanggar aturan negara.
2. Pemusatan Kekuasaan di Tangan Presiden
Walaupun secara formal kekuasaan negara dibagi ke berbagai lembaga negara, ternyata dalam praktiknya presiden memiliki kekuasaan terhadap lembaga-lembaga tersebut dan hal itu melampaui kewenangannya.
3. Pemilu yang Tidak Demokratis
Pemilu yang dilaksanakan setiap 5 tahun sekali berlangsung penuh dengan kecurangan dan ketidakadilan. Hak-hak warga negara kurang diperhatikan, bahkan suara mereka dimanipulasi atau dipaksanakan untuk memilih salah satu partai politik demi kepentingan penguasa.
4. Pembentukan Lembaga Ekstrakonstitusional
Untuk mempertahankan kekuasaan, pemerintah membentuk Kopkamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) yang berfungsi melindungi dari pihak-pihak yang akan menjadi oposisi penguasa.
5. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Akibat dari kekuasaan yang sentralistik dan tidak transparan, penyelenggaraan pemerintahan pun berjalan tidak terkendali. Para pejabat pun banyak yang menyelewengkan kekuasaan dengan melakukan tidak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme. Akibatnya, rakyat semakin miskin dan menderita.
Indoktrinasi Pancasila Pada Masa Orde Baru
Pada masa ini, pemerintah berusaha menanamkan nilai-nilai politik mealui indoktrinasi. Indoktrinasi bukan cara yang tepat untuk menanamkan nilai politik pada warga masyarakat karena dalam indoktrinasi terkesan adanya unsur paksaan.
Salah satu wujud indoktrinasi pada waktu itu adalah dengan diadakannya penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), bahkan ada lembaga khusus yang berfungsi mengendalikan kurikulum, materi, narasumber, ataupun sasaran yang hendak dicapai. Kenyataannya, hal itu justru menjadi alat untuk melanggengkan kekuasaan pemerintah.
Pada waktu itu, masyarakat pun tidak bisa leluasa mengakses informasi karena pers sangat dibatasi. Mereka tidak bisa menjalankan fungsinya secara maksimal. Pemerintah yang mengendalikan pers sehingga apa yang diberitakan oleh pers hanyalah menyangkut kebaikan-kebaikan dari sistem pemerintahan yang berkuasa saat itu. Dengan minimnya informasi mengenal kehidupan politik akan memengaruhi tingkat partisipasi rakyat dalam pemerintahan.
Tatanan kehidupan politik yang cenderung untuk kepentingan pemerintah diartikan sebagai kepentingan umum. Lembaga eksekutif lebih dominan dan mengendalikan lembaga legislatif (DPR) dan yudikatif (peradilan). Akibatnya, kontrol terhadap kinerja pemerintah pun sangat lemah sehingga tidak heran pada masa itu sering terjadi penyelewengan kekuasaan yang berakibat pada maraknya kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Penyebab Kegagalan Masa Orde Baru
Adapun beberapa penyebab kegagalan masa Orde Baru, yaitu sebagai berikut.
- Hancurnya ekonomi nasional dengan ditandai terjadinya krisis ekonomi yang tidak kunjung teratasi dan berlanjut pada terjadinya krisis multidimensional, termasuk juga terjadinya krisis kepercayaan.
- Tingkat bersatunya lagi pilar-pilar pendukung Orde Baru. Para menteri tidak lagi memihak pada pemerintah, serta militer/TNI tidak lagi bersedia menjadi alat kekuasaan Orde Baru.
- Terjadinya krisis politik dan runtuhnya legitimasi politik. Rakyat yang sudah trauma sejak masa sebelumnya (parlementer dan terpimpin) menjadi alat kekuasaan Orde Baru.
- Desakan semangat demokratis dari pendukung demokrasi. Pada pendukung demokrasi
Rangkuman berakhirnya Orde Baru
Berbagai penyimpangan serta krisis yang datang silih berganti menyebabkan rakyat menderita. Kepercayaan terhadap pemerintah berangsur-angsur mulai berkurang, bahkan hal ini memicu rakyat untuk menuntut segera dibentuknya pemerintahan baru dengan harapan mampu mengubah kondisi rakyat.
Situasi politik yang kacau menimbulkan tekad dalam diri masyarakat untuk segera dilakukan perubahan. Masyarakat mulai berinisiatif untuk melakukan berbagai aksi demonstrasi guna menyuarakan aspirasi, bahkan dituntut dan kritikan kepada pemerintah. Aksi ini lebih banyak dilakukan oleh para mahasiswa.
Isi tuntutan itu sebagian besar menginginkan mundurnya pemerintah saat itu dan diganti dengan pemerintah baru yang lebih adil, jujur, dan transparan. Hal tersebut karena pemerintah yang saat itu berkuasa dirasakan kurang bisa mengemban amanat rakyat, tetapi justru banyak melakukan penyimpangan, seperti terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Lama-kelamaan aksi demonstrasi pun meluas pada masyarakat umum. Tuntutan mereka pun kurang lebih sama dengan para mahasiswa, yaitu menuntut dibentuknya pemerintahan baru dan para pejabat yang diduga melakukan penyimpangan harus segara diusut secara tuntas. Setelah terjadi berbagai aksi demonstrasi yang tidak kunjung usai, bahkan seolah-olah semakin menjamur, akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto resmi mengundurkan diri dan digantikan oleh wakilnya B.J. Habibie
Baca juga: Sejarah Berakhirnya Masa Orde Baru
Nah, itulah dia bentuk penyimpangan pada masa Orde Baru beserta penyebab kegagalan pada masa Orde Baru. Demikian artikel yang dapat kami bagikan tentang demokrasi pada masa orde baru dan semoga bermanfaat.