Samudera Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia yang terletak di Aceh. Didirikan oleh Merah Silu, yang kemudian mendapatkan gelar berbahasa Arab “Malikul Saleh” sekitar tahun 1267. Kerajaan ini dikenal karena kunjungan dari penjelajah terkenal seperti Ibnu Batutah dan Marco Polo.
Puncak kejayaan Kerajaan Samudera Pasai terjadi pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Malik Az-Zahir, yang merupakan sultan ketiga Samudera Pasai. Pada saat itu, kerajaan ini menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara dengan menggunakan koin emas sebagai mata uangnya.
Pasai menjadi tempat bertemunya saudagar dari Arab, India, Iran, dan China yang sebagian besar beragama Islam. Selain berdagang, mereka juga menyebarkan ajaran Islam di Pasai.
Masa kejayaan Samudera Pasai berakhir ketika kerajaan Majapahit menyerang kesultanan Samudera dan pengaruh Portugis juga menjadi penyebab kejatuhan akhir Samudera Pasai pada tahun 1521. Setelah diserang oleh Portugis, wilayah Kerajaan Samudera Pasai berada di bawah penguasaan Kesultanan Aceh.
Daftar Isi
1. Dirham (Mata Uang Emas)
Kerajaan Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang dikenal sebagai dirham. Mata uang ini merupakan alat pembayaran resmi di dalam kerajaan dan menjadi bukti kekuatan ekonomi pada masa itu.
Di satu sisi dirham, terdapat tulisan “Muhammad Malik Al-Zahir,” sementara di sisi lainnya terdapat nama “Al-Sultan Al-Adil.” Dirham memiliki diameter sekitar 10 mm dengan berat 0,60 gram dan terbuat dari emas 18 karat.
2. Cakra Donya
Salah satu peninggalan bersejarah dari Kerajaan Samudera Pasai adalah Cakra Donya, yang berupa lonceng. Lonceng Cakra Donya saat ini tersimpan di Museum Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam.
Awalnya, lonceng ini merupakan hadiah impor dari kekaisaran Cina kepada Sultan Samudra Pasai. Setelah kekalahan Portugis oleh Sultan Ali Mughayat Syah, hadiah lonceng ini dipindahkan ke Banda Aceh.
3. Naskah Surat Sultan Zainal Abidin
Naskah surat Sultan Zainal Abidin merupakan sebuah dokumen tulisan oleh Sultan Zainal Abidin sebelum wafat pada tahun 1518 Masehi atau 923 Hijriah. Surat ini ditujukan kepada Kapitan Moran, yang mewakili Raja Portugis di India.
Surat ini Berbahasa Arab yang menceritakan mengenai situasi Kesultanan Samudera Pasai pada abad ke-16. Surat tersebut juga menggambarkan keadaan terakhir Kesultanan Samudera Pasai setelah penaklukan Malaka oleh bangsa Portugis pada tahun 1511 Masehi.
4. Stempel Kerajaan
Stempel ini diduga berasal dari masa pemerintahan Sultan Muhamad Malikul Zahir, yang menjadi Sultan Kedua Kerajaan Samudera Pasai. Dugaan ini diajukan oleh tim peneliti sejarah kerajaan Islam. Stempel berukuran 2×1 centimeter tersebut diperkirakan terbuat dari bahan serupa dengan tanduk hewan.
Namun, saat ditemukan, stempel sudah patah pada bagian gagangnya. Beberapa pendapat menyebutkan bahwa stempel ini telah digunakan hingga masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin, penguasa terakhir Kerajaan Samudera Pasai.
5. Batu Nisan
Peninggalan sejarah Samudera Pasai sering berupa batu nisan dengan kaligrafi Arab gundul yang khas. (Mohamad Burhanuddin, 2011).
6. Makam Sultan Malik as-Saleh
Makam ini terletak di Desa Beuringin, Kecamatan Samudera, sekitar 17 km sebelah timur kota Lhokseumawe. Makam Sultan Malik Al Saleh di Gedong Utara, Aceh, merupakan salah satu peninggalan bersejarah dari kerajaan Samudera Pasai.
Menurut catatan Indonesian Heritage (1996), makam Sultan Malik Al-Saleh, yang bertarikh tahun 1297, adalah batu nisan tertua yang pernah ditemukan.
7. Makam Sultan Muhammad Malik Al-Zahir
Sultan Malik Al-Zahir adalah putra Sultan Malik Al-Saleh yang memimpin Kesultanan Samudera Pasai dari tahun 1287 hingga 1326 Masehi. Makamnya bersebelahan dengan makam ayahnya, Sultan Malik Al-Saleh.
8. Makam Teungku Sidi Abdullah Tajul Nillah
Makam ini merupakan peninggalan dari Dinasti Abbasiyah dan Teungku Sidi Abdullah Tajul Nillah adalah cucu dari khalifah Al-Muntasir. Ia menjabat sebagai Menteri Keuangan di Samudera Pasai. Makam ini terletak di Gampong Kuta Krueng dan batu nisannya terbuat dari marmer yang dihiasi dengan kaligrafi.
9. Makam Teungku Peuet Ploh Peuet
Kompleks ini berisi makam 44 orang ulama dari Kesultanan Samudera Pasai yang dibunuh karena melarang pernikahan raja dengan putri kandungnya. Makam ini terletak di Gampong Beuringen, Kecamatan Samudera. Di nisan-nisan tersebut juga tertulis kaligrafi surat Ali Imran ayat 18.
10. Makam Ratu Al-Aqla (Nur Ilah)
Ratu Al-Aqla atau Nur Ilah adalah putri Sultan Muhammad Malikul Dhahir. Makam ini terletak di Gampong Meunje Tujoh, Kecamatan Matangkuli. Batu nisannya dihiasi dengan kaligrafi berbahasa Kawi dan Arab.
Baca juga: Kehidupan Kerajaan Samudera Pasai
Nah itulah dia artikel tentang peninggalan-peninggalan Kerajaan Samudera Pasai. Demikian artikel yang dapat Freedomsiana.id bagikan mengenai peninggalan kerajaan pasal dan semoga bermanfaat.