Monumen Kresek merupakan monumen yang dibangun untuk mengenang peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun tahun 1948. PKI sudah terbentuk sejak masa pergerakan nasional. Pergerakan PKI mulai menurun setelah kemerdekaan Indonesia.
Namun kembali meningkat setelah Mohammad Hatta mengeluarkan Maklumat Pemerintah pada 3 November 1945 yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mendirikan partai politik. Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh kelompok kiri (sosialis-komunis) untuk menghidupkan kembali PKI.
Pada tanggal 7 November 1945 PKI kembali menunjukkan eksistensinya dibawah pimpinan Moh. Jusuf. Tokoh PKI yang berpengaruh pada masa itu antara lain Muso, Amir Syarifuddin, D.N. Aidit, M.H. Lukman, Suripno, Nyoto, dan Sudisman.
Latar Belakang Pemberontakan PKI Madiun
Pada masa revolusi kemerdekaan PKI menjadi salah satu kekuatan politik yang berpengaruh dalam pemerintahan Republik Indonesia. PKI menempatkan kader-kadernya dalam jajaran pemerintahan, salah satunya Amir Syarifuddin. Bahkan, Amir Syarifuddin pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia.
Akan tetapi, pada masa pemerintahan Kabinet Hatta golongan kiri (PKI) harus tersingkir dari pemerintahan. Kondisi tersebut terjadi karena pemerintahan mengurangi pengaruh golongan kiri dalam tubuh angkatan perang.
Tersingkirnya golongan kiri dari pemerintahan justru menjadi ancaman bagi kedaulatan Republik Indonesia. PKI menjadi partai oposisi dan bergabung dengan Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang didirikan Amir Syarifuddin pada Februari 1948.
FDR terdiri atas partai politik berhaluan kiri dan partai-partai lain yang menjadi oposisi pemerintah. Selanjutnya Amir Syarifuddin bersama Muso menyatukan kelompok-kelompok kiri dalam PKI.
Muso juga menyatukan kelompok tentara yang tersingkir melalui kebijakan Rekonstruksi dan Rasionalisme Angkatan Perang (RERA) yang diterapkan Kabinet Hatta. Para anggota tentara tersebut dijadikan sayap bersenjata oleh PKI.
Setelah merasa kedudukan PKI kuat, Muso mulai mengecam kebijakan politik dan pertahanan nasional yang diterapkan oleh pemerintah.
Jalannya Pemberontakan PKI Madiun
Pada Juni 1948 PKI melancarkan aksi sepihak di daerah Surakarta, Kediri, dan Purwodadi. Aksi sepihak PKI tersebut di dalangi oleh Muso, Amir Syarifuddin, dan M.H. Lukman. Mereka mengerahkan massa PKI untuk melakukan pemogokan dan penculikan terhadap lawan-lawan politik PKI.
Pertempuran terbuka antara kekuatan bersenjata pro-PKI dan pro-pemerintah Republik Indonesia mulai terjadi pada September 1948 di Surakarta. Dalam pertempuran tersebut, pasukan pemerintah berhasil mendesak para pendukung PKI untuk keluar dari Surakarta.
Para pendukung PKI kemudian mengungsi ke Madiun untuk bergabung dengan pasukan pro-PKI. Menjelang pertengahan September 1948, PKI mematangkan kekuatan di Madiun.
Pada 18 September 1948 para tokoh PKI Madiun mendeklarasikan berdirinya Front Naisonal. Pembentukan Front Nasional bertujuan mengganti dasar negara Pancasila menjadi komunisme.
Selain itu, Muso menyerang pemerintah dengan menyatakan Soekarno-Hatta telah menjalankan politik kapitulasi terhadap Belanda dan Inggris. Muso menyatakan pemerintah hendak “menjual” tanah air kepada kaum kapitalis.
Pada 19 September 1948 Presiden Soekarno melalui siaran radio menyerukan kepada rakyat Indonesia untuk memilih Muso dengan PKI-nya atau Soekarno-Hatta. Peristiwa itu memicu konflik bersenjata antara pendukung PKI dan pendukung Republik Indonesia.
Sejak saat itu PKI berhasil menguasai Madiun dan memukul mundur pasukan pendukung pemerintah. PKI juga menggantu aparatur pemerintahan dengan tokoh-tokoh pro-PKI. Dalam perkembangannya, konflik bersenjata ini dikenal dengan istilah Madiun Affairs.
Upaya Penumpasan PKI Madiun
Pemberontakan PKI di Madiun mengancam keutuhan bangsa. Untuk menunpas pemberontakan tersebut, pemerintah Republik Indonesia melancarkan operasi militer di Madiun.
Pemerintah mengirim Divisi Siliwangi I dan Divisi Siliwangi II di bawah pimpinan Kolonel Sungkono dan Kolonel Soebroto untuk menyerang gerakan PKI Madiun. Pasukan Divisi Siliwangi I menyerang Madiun dari arah timr, sedangkan Pasukan Divisi Siliwangi II menyerang dari arah barat.
Pada 30 September 1948 pasukan Divisi Siliwangi berhasil merebut Kota Madiun dan menangkap para pendukung PKI. Selanjutnya, pada November 1948 operasi militer penumpasan PKI di Madiun dinyatakan berakhir.
Dalam operasi militer tersebut, Muso terbunuh dalam sebuah operasi pengejaran yang dilakukan TNI. Addapun Amir Syarifuddin dijatuhi hukuman mati pada 20 Desember 1948.
Baca juga: 5 Pemberontakan DI/TII di Berbagai Daerah di Indonesia
Nah itulah artikel tentang pemberontakan PKI Madiun mulai dari latar belakang, jalannya pemberontakan dan akhir dari pemberontakan PKI Madiun. Demikian artikel yang dapat freedomsiana.id bagikan dan semoga bermanfaat.