Implementasi HAM dalam Pancasila – HAM merupakan salah satu contoh dari penerapan Pancasila sila kedua. Maksudnya disini adalah bagaimana HAM benar-benar dilaksanakan dan dijunjung tinggi dengan tetap berpegang teguh pada pernyataan Pancasila yang berbunyi “Kemanusian yang adil dan beradab”.
Di dalam kehidupan bangsa, manusia mempunyai kedudukan sebagai warga masyarakat dan warga negara. Oleh karena itu, mereka berhak untuk memiliki suatu kedudukan (harkat, martabat, dan drajat) yang sama. Sila kedua Pancasila mengandung nilai-nilai kemanusiaan yang mengakui adanya harkat dan martabat manusia, mengakui bahwa semua manusia adalah bersaudara, mengakui bahwa setiap manusia berhak diperlakukan secara adil, dan pengakuan bahwa setiap manusia wajib mengembangkan kehidupan bersama yang semakin berbudaya (beradab).
Atas dasar tersebut, sila kemanusiaan tidak akan membedakan manusia dalam memperlakukan dan mengakui harkat dan martabatnya baik karena perbedaan kulit, suku, jenis kelamin, agama, dan lain-lain. Setiap warga negara diberi kebebasan yang sama, tidak ada perbedaan apapun misalnya kebebasan memeluk agama. Dalam melaksanakan perintah agama, diwajibkan saling menghormati. Kita tidak boleh melecehkan agama dan keyakinan orang lain.
Peraturan pelaksanaan hak asasi manusia terbentuk peraturan perundang-undangan yang bersumber pada Pancasila. Dalam pelaksanaannya hak asasi perlu dilindungi dengan pelaksanaan kewajibannya. Setiap orang mempunyai hak asasi. Sesuai dengan ajaran hal asasi dalam berbagai peraturan yang berlaku. Hak asasi manusia tidak dapat dilaksanakan secara mutlak sebab kalau dilaksanakan secara mutlak maka akan melanggar hak asasi orang lain. Jadi, batas pelaksanakan hak asasi adalah hak milik orang lain.
Mertoprawiro menyatakan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia dalam Pancasila harus selalu ada keserasian atau keseimbangan antara hak dan kewajiban itu sesuai dengan hakikat kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan dengan masyarakatnya. Kedua saling membutuhkan dan memengaruhi. Keseimbangan tersebut harus dicapai sehingga dapat memberikan ketenangan dan keberhasilan setiap manusia.
Oleh karena itu, upaya pemajuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia di Indonesia dilakukan berdasarkan prinsip keseimbangan. Prinsip keseimbangan mengandung pengertian bahwa di antara hak-hak asasi manusia perorangan terhadap masyarakat memerlukan keseimbangan dan keselarasan. Keseimbangan dan keselarasan antara kebebasan dan tanggung jawab merupakan faktor penting dalam pemajuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia.
Di dalam era globalisasi sekarang ini, tidak ada negara yang bisa menutup dirinya dari masyarakat internasional, mengucilkan diri dari komunitas internasional, dan sebaliknya kalau ingin menjalin hubungan dengan banyak negara, pemerintah yang berkuasa tidak bisa berbuat sewenang-wenang, sehingga kehilangan kelayakan sebagai suatu pemerintah. Demikian pula dengan warga negara juga tidak bisa melanggar hukum dan hak asasi manusia.
Semua pihak, yakni pemerintah, organisasi-organisasi sosial politik dan kemasyarakatan, maupun berbagai lembaga-lembaga swadaya masyarakat, serta warga negara perlu terlibat dalam penegakkan hak asasi manusia di Indonesia. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menegakkan hak asasi manusia di antaranya melalui pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan pengadilan HAM, serta Komisi Kebenaran dann Rekonsiliasi.
Pemerintah juga memberlakukan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-undang ini merupakan payung dari seluruh peraturan perundang-undangan tentang Hak Asasi Manusia. Pembentukan Undang-Undang tersebut merupakan perwujudan tanggung jawab bangsa Indonesia sebagai anggota PBB dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Ternyata penegakkan hak asasi manusia masih jauh dari harapan masyarakat.
Banyak hambatan dan tantangan dalam penegakkan hak asasi manusia di Indonesia. Sejarah Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan, dan kesenjangan sosial. Hal tersebut disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan status sosial lainnya. Kenyataan memang menunjukkan bahwa pelaksanaan penghormatan, perlindungan, atau pengakuan hak asasi manusia masih jauh dari memuaskan.