Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Home » Sejarah » Latar Belakang dan Tokoh Politik Etis

Latar Belakang dan Tokoh Politik Etis

1 min read

Penderitaan yang dialami rakyat Indonesia memicu munculnya kritik melalui tulisan kaum etis yang dipelopori oleh Pieter Broosshooft, wartawan koran De Locomotief (koran pertama yang terbit di Semarang dan berdiri pada tahun 1835) dan seseorang politikus Belanda Conrad Theodore van Deventer. Kedua tokoh tersebut menyatakan agar pemerintah kolonial harus lebih memperhatikan nasib pribumi di tanah jajahan dan bertanggung jawab secara moral untuk menyejahterakan masyarakat pribumi.

Pieter Broosshooft dikenal sebagai wartawan yang vokal dan kritis, misalnya antara tahun 1883-1884, Pieter Broosshooft menyoroti sikap masa bodo warga Eropa di Hindia Belanda ketika terjadi wabah kolera yang menimbulkan banyak korban. Mereka baru peduli setelah ada warga kulit putih yang ikut menjadi korban. Pada tahun 1887 Pieter Broosshooft melakukan perjalanan ke sepanjang Pulau Jawa.

Pieter Broosshooft sangat terkejut melihat kondisi kehidupan kaum pribumi. Oleh karena itulah, Pieter Broosshooft mengimbau agar Belanda menyadari dan memperhatikan keadaan yang sangat menyedihkan di Hindia-Belanda yang terjadi akibat kebijakan pemerintah Belanda.

Tokoh Politik Etis yang Paling Berpengaruh

Di antara tokoh penggagas politik etis, Conrad Theodore van Deventer lah yang paling berpengaruh. Pada tahun 1899 Conrad Theodore van Deventer membuat tulisan yang berjudul Een Eereschuld (Utang Kehormatan) yang dimuat di majalah De Gids.

Dalam tulisannya tersebut Conrad Theodore van Deventer mengatakan bahwa pemerintah Hindia Belanda telah mengeksploitasi wilayah jajahannya untuk membangun negeri mereka dan memperoleh keuntungan besar. Oleh karena itu, menurutnya sudah sewajarnya Belanda membayar hutang budi itu dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat di negara jajahannya.

Kritik tersebut mendapat perhatian dari pemerintah Belanda Ratu Wilhelmina kemudian mengeluarkan suatu kebijakan baru bagi masyarakat Hindia Belanda yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan baru tersebut dikenal dengan politik etis.

Politik kolonial pada awal abad ke-20 memasuki babak baru yaitu era politik etis yang dipimpin oleh Menteri Jajahan Alexander W.F. Idenburg yang kemudian menjadi gubernur Jenderal Hindia Belanda (1909-1916). Ada tiga program politik etis yaitu irigasi, edukasi, dan transmigrasi. Adanya politik etis tersebut membawa pengaruh besar terhadap perubahan arah kebijakan politik negari Belanda atas negeri jajahan.

Semangat era etis adalah kemajuan menuju modernitas. Perluasan pendidikan gaya Barat sebagai model pendidikan modern merupakan tanda resmi dari bentuk politik etis. Adanya pendidikan tersebut membuka peluang bagi mobilitas sosial masyarakat di tanah Hindia Belanda.

Pengaruh pendidikan Barat itu pula yang kemudian memunculkan sekelompok kecil intelektual bumiputra yang memunculkan kesadaran bahwa rakyat bumiputra harus mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain untuk mencapai kemajuan. Golongan intelektual bumiputra tersebut disebut priayi baru yang sebagian besar adalah guru dan jurnalis di kota-kota.

Nah, itulah dia artikel singkat tentang latar belakang politik etis dan tokoh politik etis. Demikian artikel yang dapat freedomsiana.id bagikan mengenai salah satu materi sejarah Indonesia dan semoga bermanfaat.

Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *