Munculnya kerajaan Islam di Sulawesi tidak terlepas dari pedagangan yang berlangsung pada waktu itu. Ada beberapa kerajaan Islam di Sulawesi, seperti Kerajaan Gowa-Tallo, Kerajaan Bone, Kerajaan Wajo, Kerajaan Soppeng, dan Kerajaan Buton.
Di antara kerajaan-kerajaan tersebut yang paling terkenal adalah Kerajaan Gowa-Tallo. Nah, berikut adalah penjelasan mengenai kerajaan bercorak Islam di pulau Sulawesi.
Daftar Isi
1. Kerajaan Gowa-Rallo (Kerajaan Makassar)
Sebelum menjadi kerajaan Islam, Kerajaan Gowa-Tallo sering berperang dengan Kerajaan Luwu, Bone, Soppeng, dan Wajo. Kerajaan Luwu yang bersekutu dengan Kerajaan Wajo dapat ditaklukan oleh Kerajaan Gowa-Tallo. Menurut Hikayat Wajo, Kerajaan Wajo menjadi daerah taklukkan Kerajaan Gowa-Tallo
Sekitar tahun 1582, Kerajaan Bone, Wajo, dan Soppeng mengadakan persatuan untuk mempertahankan kemerdekaannya yang disebut dengan Perjanjian Tellumpocco.
Proses Islamisasi di Sulawesi Selatan semakin mantap dengan adanya para mubalig yang disebut datto tallu (tiga datuk). Tiga datuk tersebut yaitu Datuk ri Bandang (Abdaul Makmur atau Khatib Tunggal), Datuk ri Pattimang (Datuk Sulaeman atau Khatib Sulung), dan Datuk ri Tiro (Abdul Jawad alias Khatib Bungsu). Ketiga datuk tersebut bersaudara dan berasal dari Kolo Tengah, Minangkabau.
Dalam sejarah Kerajaan Gowa dicatat tentang sejarah perjuangan Sultan Hasanuddin dalam mempertahankan kedaulatannya terhadap upaya penjajahan politik dan ekonomi kompeni Belanda (VOC). Semula VOC tidak menaruh perhatian terhadap Kerajaan Gowa-Tallo.
Namun setelah mendapat berita tentang pentingnyya Pelabuhan Sombaopu sebagai pelabuhan transit utama untuk mendatangkan rempat-rempat dari Maluku, VOC berusaha memblokade Kerajaan Gowa pada tahun 1643, dan usaha tersebut tidak berhasil.
Perjanjian Bongaya
Antara tahun 1637-1638 terjadi perlawanan dengan VOC. Perang di Sulawesi Selatan berhenti setelah terjadi Perjanjian Bongaya pada tahun 1667. Perjanjian tersebut sangat merugikan Kerajaan Gowa. Berikut isi Perjanjian Bongaya.
- VOC memperoleh hak monopoli dagang di Makassar.
- Belanda dapat mendirikan benteng di pusat Kerajaan Makassar yang diberi nama Benteng Rotterdam.
- Makassar harus melepaskan daerah kekuasaannya, seperti Bone dan pulau-pulau di luar wilayah Makassar.
- Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Oleh Belanda Sultan Hasanuddin diberi julukan Ayam Jantan dari Timur. Hal tersebut karena keberanian Sultan Hasanuddin memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku.
Sepeninggal Sultan Hasanuddin, Kerajaan Makassar dipimpin oleh Mapasomba (putra Sultan Hasanuddin). Mapasomba menentang kehadiran Belanda di Makassar. Sikap Mapasomba yang keras dan tiak mau bekerja sama dengan Belanda menjadikan Belanda mengerahkan pasukan secara besar-besaran. Pasukan Mapasomba berhasil dihancurkan oleh Belanda.
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Makassar
Dalam bidang ekonomi, Kerajaan Gowa-Tallo atau Kerajaan Makassar memperoleh kemajuan yang pesat. Kemajuan tersebut dalam bidang perdagangan. Kemajuan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor berikut.
- Banyak pedagang hijrah ke Makassar setelah Malaka Jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511.
- Orang-orang Makassar dan Bugis terkenal sebagai pelaut ulung yang dapat mengamankan wilayah lautnya.
- Tersedia banyak rempah-rempah (dari Maluku).
Selanjutnya, Kerajaan Makassar berkembang sebagai pelabuhan Internasional. Banyak pedagang dari Portugis, Inggris, dan Denmark datang berdagang di Makassar.
Untuk menjamin serta mengatur perdagangan dan pelayaran di wilayahnya, Kerajaan Makassar mengeluarkan undang-undang dan hukum perdagangan yang disebut Ade Allopiloping Bacanna Pabalue yang dimuat dalam buku Lontana Amanna Coppa.
Kehidupan Sosial Kerajaan Makassar
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Makassar terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan sosial Makassar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut Pangadakkang. Seain norma, masyarakat Makassar juga mengenal pelapisan sosial sebagai berikut.
- Lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan Anakarung/Karaeng.
- Rakyat kebanyakan disebut dengan to Maradeka.
- Masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba yang sahaya yang disebut dengan golongan Ata.
2. Kerajaan Wajo
Selama tahun 1621-1679 diceritakan Kerajaan Wajo diperintah oleh sepuluh orang Arung-Matoa (artinya raja yang pertama atau utama). Kerajaan Wajo sering membantu Kerajaan Gowa dalam peperangan dengan Kerajaan Bone. Kerajaan Wajo pernah ditaklukan Kerajaan Bone. Namun, karena didesak Kerajaan Bone, akhirnya takluk kepada Kerajaan Gowa-Tallo.
Perang antara Kerajaan Gowa Tallo di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin melawan VOC yang dipimpin oleh Speelman yang mendapat bantuan dari Aru Palaka dari Kerajaan Bone yang berakhir dengan Perjanjian Bongaya pada tahun 1667.
Sejak itulah terjadi penyerahan Kerajaan Gowa-Tallo pada VOC dan disusul Kerajaan Gowa-Tallo pada VOC dan disusul Kerajaan Wajo di serang tentara Bone dan VOC sehingga jatuhlah ibu kota Kerajaan Wajo (Tosora). Arung Matoa to Sengeng gugur dan Arung Matoa penggantinya dipaksa menandatangani perjanjian di Makassar tentang penyerahan Kerajaan Wajo kepada VOC.
3. Kerajaan Bone
Kesultanan / Kerajaan Bone atau sering pula dikenal dengan Akkarungeng ri Bone, merupakan kesultanan yang terletak di Sulawesi bagian barat daya atau tepatnya di daerah Provinsi Sulawesi Selatan sekarang ini. Menguasai areal sekitar 2600 km2.
Kerajaan Bone dalam lingkup sejarah Sulawesi Selatan, merupakan salah satu kerajaan yang tetap kokoh hingga memasuki abad XX. Walaupun pada awal abad itu pula kehancuran bagi kerajaan mereka. Kerajaan ini memiliki kronik sejarah yang luar biasa di Sulawesi Selatan. Kerajaan Bone mampu membandingi Kerajaan Gowa yang pada waktu itu merupakan Kerajaan adidaya. Hingga menjadi saingan terberat pemerintah kolonial Hindia – Belanda dalam menanamkan pengaruh di Sulawesi Selatan.
Kerajaan Bone berada pada puncak kejayaannya setelah Perang Makassar, 1667-1669. Bone menjadi kerajaan paling dominan dijazirah selatan Sulawesi. Perang Makassar mengantarkan La Tenritatta Arung Palakka Sultan Saadudin sebagai penguasa tertinggi. Kemudian diwarisi oleh kemenakannya yaitu La Patau Matanna Tikka dan Batari Toja. La Patau Matanna Tikka kemudian menjadi leluhur utama aristokrat di Sulawesi Selatan.
4. Kerajaan Soppeng
Kerajaan Soppeng (1300-1957) merupakan kerajaan Suku Bugis terletak di Sulawesi, Kabupaten Soppeng, provinsi Sulawesi Selatan. Raja pertama pada Kerajaan Soppeng adalah Latemmamala dengan gelar Manurungnge Risekkanyili pada tahun 1300 hingga 1350.
Soppeng adalah sebuah wanua kecil dimana dalam buku-buku lontara terdapat catatan tentang raja-raja yg pernah memerintah sampai berakhirnya status daerah Swapraja.
Kerajaan Soppeng pada awalnya terdapat 60 komunitas yang dipimpin oleh Matoa. Kedatangan To Manurung ri Sekkanyili yaitu La Temmamaala dan We Tenripuppu Manurungge ri GoariE membentuk kerajaan Soppeng Riaja dan kedatuan Soppen riLau menyatu.
5. Kerajaan Buton
Kerajaan Buton terletak di Kepulauan Buton (Kepulauan Sulawesi Tenggara) Provinsi Sulawesi tenggara, di bagian tenggara Pulau Sulawesi . Pada zaman dahulu memiliki kerajaan sendiri yang bernama kerajaan Buton dan berubah menjadi bentuk kesultanan yang dikenal dengan nama Kesultanan Buton. Nama Pulau Buton dikenal sejak zaman pemerintahan Majapahit, Patih Gajah Mada dalam Sumpah Palapa, menyebut nama Pulau Buton.
Yang menarik adalah, awal pemerintahan dipimpin seorang perempuan bergelar Ratu Wa kaa Kaa. Kemudian raja kedua pun perempuan yaitu Ratu Bulawambona. . Selama masa pra Islam, di Buton telah berkuasa enam orang raja, dua di antaranya perempuan antara lain Ratu Wa kaa Kaa. Kemudian raja kedua pun perempuan yaitu Ratu Bulawambona. Setelah dua raja perempuan, dilanjutkan raja Bataraguru, raja Tuarade, raja Rajamulae, dan terakhir raja Murhum.
Perubahan Buton menjadi kesultanan terjadi pada tahun 1542 M (948 H), bersamaan dengan pelantikan Lakilaponto sebagai Sultan Buton pertama, dengan gelar Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis. Setelah Raja Lakilaponto masuk Islam, kerajaan Buton semakin berkembang dan mencapai masa kejayaan pada abad ke 17 M. Ikatan kerajaan dengan agama Islam sangat erat, terutama dengan unsur-unsur sufistik.
Undang-undang Kerajaan Buton disebut dengan Murtabat Tujuh, suatu terma yang sangat populer dalam tasawuf. Undang-undang ini mengatur tugas, fungsi dan kedudukan perangkat kesultanan. Di masa ini juga, Buton memiliki relasi yang baik dengan Luwu, Konawe, Muna dan Majapahit.
Referensi:
https://branly.co.id/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Buton