Kehidupan politik bangsa indonesia pada masa Orde Baru,- Orde Baru merupakan istilah yang digunakan untuk memisahkan antara kekuasaan masa Soekarno (Orde Lama) dan masa Soeharto (Orde Baru). Orde baru merupakan masa yang menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan G 30S/PKI pada tahun 1965. Orde baru lahir sebagai upaya untuk mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama, penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara indonesia, melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dan menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.
Pada masa Orde Baru keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa G-30S/PKI. Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana pemerintah melakukan evaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut agar PKI beserta organisasi massanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili. Pembentukan kesatuan aksi berupa Front Pancasila yang selanjutnya lebih dikenal dengan Angkatan 66 untuk menghancurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965. Beberapa upaya yang dilakukan dalam melaksanakan kehidupan politik Orde Baru, yaitu sebagai berikut.
A. Menata politik dalam negeri
Hal yang termasuk dalam penataan politik dalam negeri, yaitu sebagai berikut.
1) Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 2966) adalah Kabinet AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet Ampera, yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk meaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet AMPERA yang disebut Catur Karya Kabinet AMPERA yaitu Sebagai berikut:
a)Memperbaiki kehidupan rakyat, terutama dalam bidang sandang dan pangan.
b) Melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu, yakni 5 juli 1968.
c) Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional.
d) Melanjutkan perjuangan anti-imperalisme dan anti-kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya,
Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968 menerapkan Soeharto sebagai presiden untuk masa jabatan 5 tahun, dibentuklah kabinet yang baru dengan nama Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut dengan Pancakrida, yang meliputi sebagai berikut:
a) Penciptakan stabilitas politik dan ekonomi.
b) Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap pertama.
c) Pelaksanaan Pemilihan Umum.
d) Pengikisan habis sisa-sisa Gerakan 30 Septembr 1965 PKI.
e) Pembersihan aparatur negara di pusat pemerintahan dan daerah dari pengaruh PKI.
2) Pembubaran PKI dan Organisasi massanya
Soeharto sebagai pengemban supersemar guna menjamin keamanan, ketenangan, serta kestabian jalannya pemerintahan, melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Pembubaran PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan dikukuhkannya ketetapan MPRS No. IX Tahun 1966.
b) Dikeluarkan pula keputusan yang menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi terlarang di indonesia.
c) Pada tanggal 8 Maret 1966 dilakukan pengamanan 15 orang menteri yang dianggap terlibat dalam Gerakan 30 September 1965 PKI. Hal ini disebabkan muncul keraguan bahwa mereka tidak hendak membantu presiden untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
3) Penyederhanaan dan pengelompokan partai politik
Setelah pemilu 1971, dilakukan penyederhanaan jumlah partai, tetapi bukan berarti menghapus partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah partai. Dengan demikian, pelaksanaanya kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi, tetapi atas persamaan program. Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuasaan sosial-politik, yaitu sebagai berikut:
a) Partai persatuan pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, dan Partai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 ( kelompok partai politik Islam).
b) Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo ( Kelompok partai politik yang bersifat nasionalis).
c) Golongan Karya (Golkar).
4) Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Penyelenggaraan Pemilu yang diatur selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa demokrasi di indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas Luber ( Langsungm Umum, Bebas, dan Rahasia). kenyataannya, pemilu selama masa Orde Baru diarahkan pada kemenangan peserta tertentu, yaitu Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut sangat menguntungkan pemerintah karena terjadi mayoritas suara di MPR dan DPR. Perimbangan tersebut memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode pemilihan. setiap Pertanggungjawaban, Rancangan Undang-Undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan.
5) Dwifungsi ABRI
Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran ganda bagi ABRI yaitu sebagau peran hamkan dan sosial, Peran ABRI ini dikenal dengan tentara pejuang dan pejuan tentara. Kedudukan TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama di lembaga MPR/DPR dan DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan pengangkatan. Pertimbangan pengangkatannya didarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator.
6) Pemasyarakatan P4
Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yaitu gagasan Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1987 mengenai “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” atau biasa dikenal sebagai P4.
Guna mendukung program Orde Baru meka sejak tahun 1978 menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Tujuan dari Penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan dibentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut, opini rakyat akan mengara pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukan bahwa pemerintah Orde Baru telak memanfaatkan Pancasila. Hal ini tampak dengan adanya imbauan pemerintah tahun 1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4 merupakan suatu bentu indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.
7) Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan disaksikan oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969
B. Penataan politik luar negeri
Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah Orde Baru juga mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini upaya-upaya pembaruan dalam politik luar negeri:
1) Indonesia kembali menjadi anggota PBB
Indonesia kembali menjadi anggota PBB dikarekanan adanya desakan dari komisi bidang pertahanan keamanan dan luar negeri DPR-GR terhadap pemerintah Indonesia. Pada tanggal 3 juni 1966, akhirnya disepakati bahwa indonesia harus kembali menjadi anggota PBB dan badan-badan internasional lainnya dalam rangka menjawab kepentingan nasional yang semakin mendesak. Keputusan untuk kembali ini dikarenakan indonesia sadar bahwa ada banyak manfaat yang diperoleh indonesia selama menjadi anggota PBB pada tahun 1950-1964. Indonesia secara resmi akhirnya kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28 Desember 1966.
Kembalinya indonesia mendapat sambutan baik dari sejumlah negara Asia bahkan dari pihak PBB sendiri hal ini ditunjukan dengan ditunjukannya Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974. Kembalinya indonesia menjadi anggota PBB dilanjutkan dengan tindakan pemulihan hubungan dengan sejumah negara seperti India, Filipina, Thailand, Australia dan sejumlah negara lainnya yang sempat renggang dengan akibat politik konfrontasi Orde Lama.
2) Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)
Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan RRC disebabkan pada masa G 30S/PKI, RRC membantu PKI dalam melaksanakan kudeta tersebut. RRC dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
3) Normalisasi hubungan dengan beberapa negara
a) Pemulihan hubungan dengan singapura
Sebalum pemulihan hubungan dengan Malaysia Indonesia telah memulihkan hubungan dengan Singapura dengan perantara Habibur Rachman (Dubes Pakistan untuk Myanmar). Pemerintah Indonesia menyampaikan nota pengakuan terhadap Republik Singapura pada tanggal 2 juni 1966 yang disampaikan pada Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Akhirnya, pemerintah Singapura pun menyampaikan nota jawaban kesediaan untuk mengadakan hubungan diplomatik.
b) Pemulihan hubungan dengan Malaysia
Normalisasi hubungan Indonesia dan Malaysia dimulai dengan diadakan perundingan di Bangkok pada 29 Mei – 1 Juni 1966 yang menghasilkan perjanjian Bangkok, yang berisi sebagai berikut:
- Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
- Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik. Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
- Peresmian persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia oleh Adam Malik dan Tun Abdul Razak dilakukan di jakarta (Jakarta Accord). Hal ini dilanjutkan dengan penempatan perwakilan pemerintahan di masing-masing negara.
Peran aktif Indonesia juga ditunjukan dengan menjadi saah satu negara pelopor berdirinya ASEAN. Menteri luar negeri Indonesia Adam Malik bersama menteri luar negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand mendatangani kesepakata yang disebut Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya organisasi ASEAN.