Secara geografis, Kerajaan Banten terletak di daerah Banten sekarang, yaitu di ujung barat Pulau Jawa. Dasar-dasar Kerajaan banten diletakkan oleh Hasanuddin (putra Fatahillah) dan mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.
Kerajaan Banten menjadi penguasa jalur pelayaran dan perdagangan yang melalui Selat Sunda. Dengan posisi yang strategis inilah, Kerajaan Banten berkembang menjadi sebuah kerajaan besar di Jawa Barat, bahkan menjadi saingan berat VOC (Belanda) yang berkedudukan di Batavia.
Daftar Isi
Kehidupan Politik Kerajaan Banten
Kehidupan politik Kerajaan Banten dibedakan berdasarkan raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Banten. Adapun raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Banten antara lain sebagai berikut.
1. Maulana Hasanuddin (Tahun 1552-1570)
Daerah Banten setelah diislamkan oleh Fatahillah, kemudian diserahkan pada putranya yang bernama Maulana Hasanuddin. Hasanuddin diangkat sebagai raja pertama di Banten.
2. Maulana Yusuf (Tahun 1570-1580)
Setelah Hasanuddin meninggal, takhta kerajaan diteruskan oleh putranya yang bernama Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan dengan gelar Syekh Maulana Yusuf. Ia melanjutkan kekuasaan bapaknya di Banten dalam rentang waktu 1570 – 1580.
3. Maulana Muhammad (Tahun 1580-1596)
Pada akhir pemerintahan Maulana Yusuf, hampir terjadi perang saudara antara Pangeran Jepara dan Panembahan Yusuf. Pangeran Jepara yang dibesarkan oleh Ratu Kalinyamat menuntut takhta Kerajaan Banten, tetapi mangkubumi Kerajaan Banten dan pejabat-pejabat lainnya tidak menyetujuinya.
Namun, permasalahan dapat diatasi dengan mengangkat putra mahkota Maulana Yusuf yang baru berumur sembilan tahun bernama Maulana Muhammad dengan gelar Kanjeng Ratu Banten. Berhubung masih muda, Maulana Muhammad didampingi oleh mangkubumi (patih) sampai siap menjadi raja untuk memerintah.
4. Abu Mufakir (Tahun 1596-1640)
Setelah Kanjeng Ratu Banten meninggal, takhta kerajaan diserahkan kepada putranya yang baru berumur lima bulan bernama Abu Mufakir. Berhubung baru berumur lima bulan, pemerintah dipegang oleh seorang mangkubumi, yaitu Pangeran Ranamenggala.
Pada tahun 1624, Pangeran Ranamenggala meninggal dan kesultanan Banten mulai mengalami kemunduran karena semakin kuatnya blokade VOC yang sudah menguasai Batavia.
5. Sultan Ageng Tirtayasa (Tahun 1651-1692)
Setelah Abu Mufakir meninggal, digantikan oleh putranya yang bergelar Sultan Abu Maali Ahmad Rahmatullah. Mengenai pemerintahan sultan ini tidak dapat diketahui dengan jelas. Setelah Sultan Abu Maali wafat, digantikan oleh putranya yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa.
Di bawah kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa, Kerajaan Banten mencapai masa kejayaan. Sultan Ageng Tirtayasa berupaya memperluas wilayahnya dan mengusir VOC dari Batavia. Sultan Ageng Tirtayasa juga berhasil memajukan perdagangan, sehingga Banten berkembang menjadi bandar internasional yang dikunjungi oleh kapal-kapal Persia, Arab, Cina, Inggris, Prancis, dan Denmark.
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Banten
Kerajaan Banten dalam kehidupan perekonomiannya bertumpu pada bidang perdagangan. Hal tersebut disebabkan oleh hal-hal berikut.
- Kedudukan Kerajaan Banten sangat strategis di tepi selat Sunda.
- Banten memiliki bahan ekspor penting, yaitu lada sehingga menjadi daya tarik yang kuat bagi pedagang asing.
- Kerajaan Banten terletak di Teluk Banten dan pelabuhannya memenuhi syarat sebagai pelabuhan dagang yang baik.
- Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis mendorong pedagang Islam mencari daerah baru di Jawa barat, yaitu Banten dan Cirebon.
Sejak abad XV Masehi, Kerajaan Banten berperan sebagai pelabuhan penting yang masuk jaringan pelayaran dan perdagangan jalur sutra. Oleh karena itulah, Sultan Ageng Tirtayasa membangun pelabuhan transit utuk untuk menarik pedagang asing agar datang ke Banten. Selain mengembangkan perekonomian maritim, Kerajaan Banten juga mengembangkan perekomian agraris.
Sultan Ageng Tirtayasa membangun irigasi. Kanal-kanal baru dibangun sepanjang 30-40 km. Kanal-kanal tersebut mampu mengairi sekira 30.000-40.000 hektare persawahan baru dan ribuan hektare perkebunan kelapa. Pada abad XVI-XVII lada Banten menjadi salah satu komoditas perdagangan yang memiliki nilai jual tinggi.
Kehidupan Sosial Kerajaan Banten
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Banten secara perlahan mulai berdasarkan ajaran Islam sejak diislamkan oleh Sunan Gunung Jati. Setelah Kerajaan Banten dapat menaklukkan Kerajaan Pajajaran, pengaruh Islam semakin berkembang ke daerah pedalaman. Mereka yang tidak mau menganut Islam menyingkir ke pedalaman, yaitu daerah Badui. Mereka mempertahankan tradisi lama dan menolak pengaruh baru dari luar.
Baca juga: Rumah Adat Banten
Banyanya pedagang asing di Banten menyebabkan berdirinya perkampungan menurut bangsa para pedagang tersebut. Perkampugan tersebut seperti kampung Keling, kampung Arab, kampung Pekojan, kampung Pecinan, kampung Melayu, dan kampung Jawa.
Selain itu, ada juga kampung yang berdasarkan pada pekerjaan atau fungsi penduduknya, seperti kampung Pande (para pandai besi), kampung Panjungan (untuk pembuat barang pecah belah), dan kampung Kauman (untuk tempat para ulama).
Kehidupan Budaya Kerajaan Banten
Dalam bidang seni bangunan, Kerajaan Banten meninggalkan bangunan Masjid Agung Banten yang dibangun sekitar abad ke-16 M. Menara Masjid Agung Banten yang mirip mercusuar dibangun oleh Handrik Lucozoon Cardeel (orang Belanda pelarian dari Batavia yang masuk Islam).
Masjid Agung Banten ini beratap tumpang/susun lima. Selain Masjid Agung Banten, juga ada gapura di Kaibon, Banten, dan istana model Eropa yang dibangun oleh Jan Lukas Cardeel (orang Belanda pelarian dari Batavia yang terlah menganut Islam).
Baca juga: Perlawanan Banten Terhadap VOC
Nah, itulah dia artikel tentang kehidupan Kerajaan Banten, mulai dari kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Demikian artikel yang dapat freedomsiana.id bagikan tentang salah satu materi Sejarah Indonesia dan semoga bermanfaat.