Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Home » Sejarah » Kebudayaan Pacitan dan Ngandong

Kebudayaan Pacitan dan Ngandong

2 min read

Kebudayaan Pacitan dan Ngandong – Alat-alat dari batu yang masih sederhana dan seadanya, serta alat-alat dari tulang merupakan peralatan pertama yang digunakan oleh manusia purba. Peralatan tersebut berkembang pada zaman paleolitikum. Zaman paleolitikum dikatakan zaman batu tua karena hasil kebudayaan pada zaman ini terbuat dari baru yang relatif masih sederhana dan kasar.

Zaman batu tua bertepatan dengan zaman neozoikum terutama pada akhir zaman tersier dan pada awal zaman kuarter. Zaman baru tua berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu. Zaman batu tua ini merupakan zaman yang sangat penting karena terkait dengan munculnya kehidupan baru, yaitu munculnya jenis manusia purba.

Perkembangan kebudayaan zaman batu tua berlangsung sangat lambat, hal ini dikarenakan keadaan alam yang masih liar dan labil. Pada masa ini zaman glasial dan zaman interglasial datang silih berganti. Alat-alat dari batu yang digunakan pada zaman batu tua masih sangat kasar karena teknik pembuatannya masih sangat sederhana. Alat-alat dari batu tersebut dibuat dengan membenturkan antara batu yang satu dan batu lainnya.

Berdasarkan penemuan alat-alat paleolitikum dapat disimpulkan bahwa manusia pendukung zaman batu tua hidup dengan berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka hidup berpindah-pindah atau nomaden. Peralatan pada zaman paleolitikum pertama kali ditemukan pada tahun 1935 di Jawa oleh G.H.R. von Koenigswald dan M.W.F. Tweedie.

Berdasarkan nama tempat penemuannya, hasil-hasil kebudayaan zaman batu tua di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.

1. Kebudayaan Pacitan

Ciri utama kebudayaan Pacitan yaitu alat-alat dari batu yang berfungsi sebagai kapak dan berbentuk tidak bertangkai atau kapak genggam. Alat-alat yang berasal dari kebudayaan Pacitan ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1935 di Sungai Baksoko, desa Punung, Pacitan, Jawa Timur.

Kebudayaan Pacitan dan Ngandong muncul pada Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua)

Alat-alat ini berupa kapak genggam, yaitu kapak tidak bertangkai yang digunakan dengan cara menggenggam, kapak perimbas (chooper), kapak penetak, pahat genggam, dan yang paling banyak ditemukan berupa alat-alat kecil yang disebut alat serpih (flake). Alat dari Pacitan ditemukan pada lapisan yang sama dengan Pithecanthropus erectus, yaitu pada zaman pleistosen tengah (lapisan dan fauna trinil).

Alat-alat tersebut oleh Von Koenigswald digolongkan sebagai alat-alat paleolitik yang bercorak Chellean yaitu suatu tradisi yang berkembang pada tingkat awal paleolitik di Eropa. Pendapat Von Koenigswald tersebut, kemudian dianggap kurang tepat setelah Movius berhasil menyatakan temuan di Punung sebagai salah satu corak perkembangan kapak perimbas di Asia Timur. Tradisi kapak perimbas yang ditemukan di Punung tersebut dikenal dengan nama budaya Pacitan. Budaya Pacitan tersebut dikenal sebagai tingkat perkembangan budaya batu awal di Indonesia.

Kapak perimbas tersebut tersebar di wilayah Sumatra Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Flores, Timor. Punung merupakan daerah yang terkaya dengan kapak perimbas. Hingga saat ini pun Punung merupakan tempat penemuan terpenting di Indonesia.

Menurut para ahli, jenis manusia Pithecanthropus atau keturunannya sebagai pencipta budaya Pacitan. Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat mengenai umur budaya Pacitan yang diduga dari tingkat akhir pleistosen tengah atau pada awal pleistosen akhir. Berikut beberapa alasan bahwa pendukung budata Pacitan adalah Pithecanthropus erectus.

  • Alat-alat dari Pacitan ditemukan pada lapisan yang sama dengan Pithecanthropus erectus, yaitu pada pleistosen tengah (lapisan dan fauna Trinil).
  • Di Chou-Kou-Tien, Cina ditemukan sejumlah fosil sejenis Pithecanthropus erectus yaitu Sinanthropus pekinensis, dan juga ditemukan alat-alat batu yang seupa dengan alat-alat baru dari Pacitan.

2. Kebudayaan Ngandong

Kebudayaan Ngandong berkembang di daerah Ngandong dan di Sidorejo dekat Ngawi, Jawa Timur. Alat-alat yang ditemukan di Ngandong, Jawa Timur berupa kapak genggam dari batu dan alat-alat kecil yang disebut alat serpih (flake)

Pada kebudayaan Ngandong juga ditemukan alat-alat dari tulang dan tandung. Alat-alat dari tulang tersebut berupa alat penusuk (belati), ujung tombak dengan gergaji pada kedua sisinya, alat pengorek umbi dan keladi, tanduk menjangan yang diruncingkan, serta duri ikan pari yang digunakan sebagai mata tombak.

Sebaran artefak dan peralatan paleolitik tersebut cukup luas sejak dari daerah-daerah di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Halmahera.

Alat-alat kebudayaan Ngandong ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1941. Alat-alat dari tulang dan tanduk ini dilanjutkan pada zaman megalitikum dalam kehidupan di gua-gua, khususnya di Gua Lawa, Sampung, Ponorogo, Jawa Timur.

Pendukung kebudayaan Ngandong, yaitu Homo soloensis dan Homo wajakensis dengan alasan sebagai berikut.

  • Di Ngadirejo, Sambungmacan (Sragen) ditemukan kapak genggam bersama tulang-tulang binatang dan atap tengkorak Homo soloensis.
  • Alat-alat dari Ngandong berasal dari lapisan yang sama dengan Homo wajakensis, yaitu pleistosen atas.

Nah, itulah penjelasan lengkap mengenai kebudayaan Pacitan dan Ngandong beserta alat-alat pada masa tersebut. Demikian artikel yang dapat saya bagikan mengenai sejarah Indonesia pada zaman purba, dan semoga bermanfaat.

Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *