Setelah proklamasi kemerdekaan, PPKI menggelar sidang, yang berlangsung dari tanggal 18-22 Agustus. Sidang PPKI ini merupakan kelanjutan dari sidang-sidang yang telah diselenggarakan sebelumnya oleh BPUPKI pada tanggal 10-16 Juli 29145 yang telah membahas dan menghasilkan rancnagan undang-undang dasar.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI menggelar sidang. Sidang ini sekaligus menjadi sidang pertama PPKI setelah dibentuk pada pada Jepang. Pada hari pertama ini, sidang berhasil mengeluarkan beberapa keputusan, yaitu:
Sebelum disahkan, terdapat beberapa perubahan dalam Undang-Undang Dasar itu, yaitu:
- Kata “Muqaddimah” diubah menjadi “Pembukaan“.
- Pembukaan alenia keempat anak kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” saja.
- Pembukaan alenia keempat anak kalimat “Menurut kemanusiaan yang adil dan beradab” diubah menjadi “Kemanusiaan yang adil dan beradab“.
- Pasal 6 ayat (1) yang semula berbunyi “Presiden ialah orang Indonesia Asli dan beragama Islam” diubah menjadi “Presiden adalah orang Indonesia Asli“.
Perubahan-perubahan tersebut terjadi setelah tokoh-tokoh dari Indonesia yang beragama kristen, khususnya yang berasal dari Indonesia timur, mengajukan keberatan terhadap rumusan lama yang terlalu bernuansa Islam. Dengan jiwa besar serta dilandasi semangat untuk menjaga persatuan bangsa, para tokoh Islam berjiwa besar untuk mengubah kata atau kalimat yang terlalu bernuansa Islam tersebut. Dengan disahkannya Undang-Undang Dasar, setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia telah memiliki sebuah landasan konstitusional.
Sementara itu, pemilihan kedua tokoh ini dilakukan secara aklamasi atas usulan Otto Iskandardinata. Selanjutnya, sebelum sidang hari pertama ditutup, Presiden menunjuk 9 orang anggota sebagai panitia kecil dengan Otto Iskandardinata sebagai ketuanya. Tugas panitia kecil adalah membahas hal-hal yang meminta perhatian mendesak, seperti pembagian wilayah negara, kepolisian, tentara kebangsaan, dan perekonomian.
Hasil Sidang Kedua PKI: Pembentukan Kementrian dan Pembagian WIlayah
Pada sidang hari kedua, yaitu tanggal 19 Agustus 1945, PPKI menetapkan membentuk 12 departemen, menunjuk para pejabat departemen, serta menetapkan wilayah Republik Indonesia meliputi delapan provinsi sekaligus menunjuk gubernurnya:
- Jawa Barat : Mas Suratdjo Kertohadikusumo
- Jawa Tengah : Raden Panji Suroso
- Jawa Timur : Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo
- Borneo (Kalimantan) : iR. Mohammad Noor
- Sulawesi : dr. Sam Ratulangi
- Maluku : Mr. Johannes Latuharhary
- Sunda Kecil (Nusa Tenggara) : Mr. I Gusti Ketut Pudja
- Ssumatera : Mr. Teuku Moh. Hassan
Di luar itu, masih ada tambahan dua daerah istimewa, yaitu Yogyakarta dan Surakarta.
Selanjutnya, ditetapkan juga adanya 12 kementrian dalam kabinet dan lembaga negara. Karena sistem kabinet tercantum dalam Undang-Undang Dasar adalah kabinet yang tercnatum dalam Undang-Undang Dasar adalah kabinet presidensial, pembentukan kabinet menjadi hak prerogatif presiden.
Pada tanggal 2 September 1945, bertempat di Hotel Miyako (Des Indes), Presiden Soekarno melantik kabinet pertama Republik Indonesiam, yang terdiri atas 12 menteri departemen, 4 menteri negara, dan 4 pejabat negara.
Inilah kabinet presidensial pertama Republik Indonesia. Berikut ini susunan kaninetnya.
- Menteri Dalam Negeri : R.A.A. Wiranatakusuma
- Menteri Luar Negeri : Mr. Achmad Soebardjo
- Menteri Keuangan : Mr. A.A. Maramis
- Menteri Kehakiman : Ir. Surachman Cokrodisuryo
- Menteri Keamanan Rakyat : Supriyadi
- Menteri Pengajaran : Ki Hajar Dewantara
- Menteri Penerangan : Mr. Amir Syarifuddin
- Menteri Sosial Mr. Iwa Kusumasumantri
- Menteri Pekerjaan Umum : Abikusno Tjokrosuyoso
- Menteri Kesehatan : dr. Boentaran Martoatmodjo
- Menteri Perhubungan (ad interim) : Abikusno Cokrosuyoso
- Menteri Kemakmuran : Ir. D.P. Surahman
Empat menteri negara terdiri dari Wahid Hasyim, dr. M. Amin, Mr. R.M. Sartono, dan Otto Iskandardinata. Sementaraitu, empat pejabat negara terdiri dari:
- Ketua Mahkamah Agung : Mr. dr. Kusumah Atmaja
- Jaksa Agung : Mr. Gatot Tarunomiharjo
- Sekretaris Negara : Mr. A.G. Pringgodigdo
- Juru Bicara : Sukarjo Wiryo Pranoto
Hasil Sidang Ketiga PPKI: Membentuk Tiga Badan Baru (KNI, PNI, dan BKR)
Pada sidang hari ketiga, yaitu pada tanggal 22 Agustus 1945, presiden memutuskan berdirinya tiga badan baru, yaitu Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Dengan terbentuknya tiga badan ini, PPKI kemudian dibubarkan.
Pembentukan Komite Nasional Indonesia
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) merupakan badan pembantu dan penasihat Presiden, yang keanggotaannya terdiri dari pemuka-pemuka masyarakat dari berbagai golongan dan daerah termasuk mantan anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Jumlahnya mencapai 137 orang.
Anggota KNIP kemudian dilantik di gedung kesenian Pusar Baru pada tanggal 29 Agustus 1945 dengan susunan pengurus adalah sebagai berikut.
- Ketua : Kasman Singodimedjo
- Wakil Ketua I : M. Sutarjo Kartohadikusumo
- Wakil Ketua II : Johannes Latuharhary
- Wakil Ketua III : Adam Malik
Dalam perkembangan selanjutnya, KNIP memiliki wewenang legislatif, yang ditetapkan dalam rapat pertama KNIP tanggal 16 Oktober 1945. Oleh karena itu, KNIP diakui sebagai cikal bakal badan legislatif di Indonesia, dan tanggal pembentukan KNIP yaitu 29 Agustus 1945 diresmikan sebagai hari jadi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Partai Nasional Indonesia
Pada awalnya pembentukan Partai Nasional Indonesia (PNI) bertujuan menjadikannya sebagai partai tunggal di Indonesia. Tujuan PNI seperti yang disebutkan dalam risalah sidang PPKI adalah mewujudkan Negara Republik Indonesia sebagai negara yang berdaulat, adil dan makmur berdasarkan kedaulatan rakyat.
Susunan pengurusnya adalah sebagai berikut: Ir. Soekarno, pemimpin kedua adalah Drs. Moh. Hatta, dan dewan pimpinan lainnya terdiri atas Mr. Gatot Tarunamiharja, Mr. Iwa Kusumasumantri, Mr. A.A Maramis, Sayuti Melik, dan Mr. Sujono.
Badan Keamanan Rakyat
Badan ini bertugas menjaga kemanan rakyat. Dalam badan ini terhimpun unsur-unsur bekas anggota Peta, Heiho, Polisi, Seinendan, dan Keibodan. Awalnya, BKR dibentuk bukan sebagai kesatuan militer yang resmi. Hal itu untuk menghindari permusuhan dengan kekuatan-kekuatan asing yang masih ada di Indonesia.
Akan tetapi, ketegangan politik yang terjadi pada bulan September menyadarkan pemerintah bahwa BKR tidak cukup untuk mempertahankan negara dari serangan musuh. Pada pertengahan bulan itu, tepatnya tanggal 16 September 1945, angkatan perang Inggris yang tergabung dalam South East Asian Commad (SEAC) mendarat di Jakarta.
Inggris melakukan tekanan kepada jepang untuk tidak menyerahkan kekuasaan kepada Indonesia. Selang beberapa wkatu kemudian, mendarat juga tentara Sekutu yang tergabung dalam Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) dan dibonceng oleh pasukan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) pada tanggal 29 September 1945.
Kedatangan pasukan membuat para pemuda terpanggil untuk ikut serta mengangkat senjata dan mendirikan berbagai anggota kelaskaran pemuda seperti Hizbullah, Pemuda Indonesia Maluku, Angkatan Pemuda Indonesia (API), dan Pemuda Republik Indonesia di Aceh. Organisasi-organisasi ini memiliki satu tujuan mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia. Maka, terjadi pertempuran yang sengit antara Sekutu dan para pemuda Indonesia.
Meskipun demikian, keadaan bertambah buruk. Pemerintah Indonesia sar bahwa sulit mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara tanpa memiliki angkatan perang. Maka melalui maklumat pemerintah tanggal 5 Oktober 1945, dibentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Selanjutnya melalu maklumat tanggal 16 Oktober 1945, Supriyadi, pemimpin perlawanan PETA di Blitar, diangkat sebagai menteri keamanan Rakyat.