Konferensi Inter-Indonesia untuk Kebersamaan Bangsa – Bersamaan dengan diadakannya Konferensi Inter-Indonesia, di Jakarta berlangsung pertemuan wakil-wakil republic Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO) atau Badan Permusyawaratan dengan Belanda dibawah pengamatan UNCI. Pertemuan tersebut menghasilkan penggentian permusuhan kedua belah pihak.
Presiden Soekarno sendiri pada 3 Agustus 1949 melalui radio mengeluarkan Radio untuk menghentikan tebak-menembak. AHJ lovink, Wakil Tinggi Mahkota Kerajaan Belanda sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang Belanda Indonesia, dihari yang sama, memerintahkan kepada pasukan untuk meletakkan senjata.
Konferensi Inter-Indonesia sendiri berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949, dipimpin oleh Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta. Konferensi empat hari itu menghasilkan beberapa keputusan, yaitu:
- Negara Indonesia Serikat disetujui nama Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berdasarkan demokrasi dan federalisme.
- RIS akan dipimpin oleh seorang presiden dibantu oleh menteri-menteri.
- RIS akan menerima kedaulatan baik dan Republik Indonesia Maupun Kerajaan Belanda.
- Angkatan perang semata-mata hak pemerintah RIS.
- Negara-negara bagian tidak akan mempunyai angkatan perang sendiri.
Pertemuan kedua Konferensi Inter-Indonesia diadakan di Jakarta pada 30 Juli 1949, dan menghasilkan beberapa keputusan, yaitu:
- Bendera RIS adalah sang Merah-Putih.
- Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya.
- Bahasa resmi RIS adalah Bahasa Indonesia.
Wakil RI dan BFO berhak memilih Presiden RIS. Negara bagian yang berjumlah 16 berhak mengisi keanggotaan di Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Kedua Majelis ini juga setuju untuk membentuk penitia persiapan nasional, yang bertugas mempersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan pelaksanaan KMB.
Selain itu, dibicarakan soal posisi TNI yang menjadi inti dari pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) yang anggota-anggotanya terdiri atas bekas Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) dan anggotanya Koninklyeke (KL) akan kembali ke belanda. Saat itu, terjadi pemberontakan di berbagai daerah, seperti pemberontakan KNIL di Bandung, APRA-nya Westerling, Pemberontakan Andi Aziz di Makassar, dan Pemberontakan RMS.