Mas Pur FollowSeorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!
Home » Sejarah » FAKTOR Penyebab Terjadinya Peristiwa Reformasi
FAKTOR Penyebab Terjadinya Peristiwa Reformasi
4 min read
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama menjadi perikehidupan baru yang lebih baik. Terjadinya peristiwa reformasi merupakan hal yang sudah ditunggu-tunggu oleh seluruh bangsa indonesia mengingat banyak penderitaan yang sudah mereka alami selama berada dibawah keotoriteran seorang Soeharto. Peristiwa reformasi ini diwujudkan dengan mengundurkan dirinya Soeharto dari jabatan sebagai presiden Republik Indonesia.
Banyak hal yang mendorong terjadinya peristiwa reformasi, yaitu terjadinya berbagai macam krisis. Terutama ketidakadilan dalam bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berangsa dan bernegara. Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal ini menimbulkan akses-akses negatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan pada pemerintahan masa Orde Baru.
a. Krisis Politik
Permasalahan politik muncul karena demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya, shingga terdapat kesan bahwa kedaulatan berada di tangan pihak/kelompok tertentu bahkan lebih banyak dipegang oleh kelompok penguasa. Segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru selalu dengan alasan dalam rangka mempertahankan kekuasaan penguasanya (Soeharto). Padahal UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara hukum kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil rakyat, namun faktanya anggota MPR sudah diatur dan di rekayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Keadaan ini mendorong munculnya rasa tidak percaya dari masyarakat terhadap wakil-wakil mereka tersebut (MPR dan DPR). Ketidakpercayaan tersebutlah yang mendorong munculnya gerakan reformasi. Selain itu, pada masa Orde Baru pemerintahan juga berhasil membangun kehidupan politik yang terbuka, demokrasi, jujur, dan adil. Pemerintah bersikap tertutup, otoriter dan personal. Masayarakat yang memberikan kritik terhadap pemerintah akan dianggap anti pemerintah, menghina kepala negara, dan anti Pancasila. Akibatnya kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis tidak terwujud.
Kehidupan politik pada masa Orde Baru memang bersifat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berfikir kritis, dimana ciri-ciri kehidupan politik yang represif diantaranya sebagai berikut.
Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintahan dituduh sebagai tindakan subvertif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi rekayasa.
Terjadinya KKN yang merajalela dan masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.
Pelaksanaan dwi fungsi ABRI yang mamasung kebabasan setiap warga negara sipil untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintah.
Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tidak terbatas. Meskipun Soeharto terpilih menjadi presiden melalui sidang Umum MPR namun pemilihan tersebut merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis.
Gerakan reformasi menuntut terjadinya perombakan/reformasi total disegala bidang termasuk keanggotaan MPR, DPR yang menurut masyarakat sarat dengan unsur KKN. Gerakan reformasi ini juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya sebagai berikut.
UU No 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum.
UU No 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang DPR/MPR.
UU No 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
UU No 5 Tahun 1985 tentang Referendum.
UU No 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Kondisi dan situasi politik di indonesia semakin memburuk setelah terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 juli 1966. Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia. Krisi politik sebagai salah satu faktor pendorong reformasi bukan hanya menyangkut masalah internal PDI saja namun masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam kehidupan masyarakat maupun pemerintah indonesia.
Pada masa itu sikap pemerintah akan sangat keras terhadap siapapun yang berani memberi kritik maupun tantang terhadap kebijakan pemerintah. Selain itu masyarakat juga menuntut adanya pembatasan masa jabatan presiden.
b. Krisis Hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintah Orde Baru tidak terbatas pada bidang politik. Dalam bidang hukum pun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa. Kenyataan bahwa”kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif)”. Dengan adanya ketidak-ketidakadilan di bidang hukum tersebut mendorong masyarakat untuk menuntut adanya reformasi. Mahasiswa sebagai salah satu motor penggerak adanya reformasi juga melakukan tuntutan dalam bidang hukum agar dapat mendudukan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sesungguhnya.
c. Krisi Ekonomi
Dengan adanya krisi yang melanda negara-negara Asia Tenggara pada bulan juli 1996 ternyata juga mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Indonesia belum mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan melamahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp2.575,00 menjadi Rp2.603,00 per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp5.000,00 per dollar. Bahkan pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp16.000,00 per dollar. Ketika nilai tukar rupiah semakin melamah maka pertumbuhan ekonomi indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin lesu. Akibatnya banyak perusahaan ditutup yang berimbas pada naiknya jumlah pengangguran dan naiknya tingkat kemiskinan. Selain itu, daya beli menjadi rendah dan sulit mencari bahan-bahan kebutuhan pokok. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasikannya sejumlah bank pada tahun 1997. Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintahanmembentuk Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Namun usaha yang dilakukan pemerintah ini tidak memberi hasil karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan tidak dapat dikembalikan begitu saja.
Krisi ekonomi yang melanda indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti berikut.
1.) Hutang luar negeri
Hutang luar negeri indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara (hutang swasta), tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi. Utang yang menjadi tangungan negara hingga 6 Februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar AS, sedangkan hutang swasta mencapai 73,962 milliar dollar AS, Akibatnya dari hutang tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia semakin menipis keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan Indonesia yang dianggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet.
2) Industrialisasi
Pemerintah Orde Baru ingin menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai negara industri. Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi nyata masyarakat indonesia. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah (rata-rata).
3) Pemerintahan Sentralistik
Pemerintah Orde Baru sangat sentralistik sifatnya sehingga semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Oleh karena itu, peranan pemerintah pusat sangat menentukan dan pemerintah daerah hanya sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat. Pelaksanaan politik sentralistik ini terlihat dari sebagian kekayaan di daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat.
Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan negara tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional. Memasuki tahun anggaran 1998/1999 krisis moneter mempengaruhi aktivitas ekonomi lainnya. Kondisi perekonomian semakin memburuk karena pada akhir 1997 persediaan sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini mengakibatkan harga-harga barang naik secara tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat.
Guna mengatasi kesulitan moneter, Pemerintah meminta bantuan IMF. Namun kucuran dana daii IMF yang sangat diharapkan oleh pemerintah belum terealisasi walaupun pada tanggal 15 Januari 1998 Indonesia telah, mendatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau LOL) dengan IMF. Beban kehidupan masyarakat pun semakin berat ketika pada tanggal 12 Mei 1998 pemerintah mengumunkan kenaikan ongkos angkutan dan BBM. Dengan itu, Barang kebutuhan ikut naik dan masyarakat semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup.
d. Krisis kepercayaan
Dengan adanya krisis ekonomi, politik, dan hukum mengakibatkan adanya krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Masyarakat menjadi hilang kepercayaan kepada pemerintah. Dengan adanya berbagai penderitaan ekonomi dan politik yang dialami masyarakat mendorong terjadinya perilaku negatif dan anarkis. Beban yang semakin berat serta tidak adanya kepastian kapan berakhirnya penderitaan yang mereka alami mengakibatkan masyarakat frustasi dan semakin membuat masyarakat tidak percaya kepada pemerintah. Ketidakpuasan ini ditunjukan dengan melakukan demonstrasi besar-besaran yang banyak berakhir pada kerusuhan yang memakan banyak korban di beberapa daerah.
Nah itulah penjelasan yang dapat saya bagikan mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya peristiwa reformasi, sekian yang dapat saya bagikan dan terima kasih.
Mas Pur FollowSeorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!