Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Home » Sejarah » Dampak Kolonialisme dan Imperialisme di Bidang Politik

Dampak Kolonialisme dan Imperialisme di Bidang Politik

1 min read

Dalam bidang politik, para penguasa penjajahan Barat melakukan kebijakan yang ketat bahkan cenderung menindas. Pemerintahan kolonial menjalankan politik devide et impera atau memecah belah, bahkan disertai dengan tipu muslihat.

Dengan politik memecah belah dan tipu muslihat tersebut, kekuatan kolonial Belanda terus memperluas wilayah kekuasaannya. Penguasa kolonial ikut campur tangan dalam pergantian kekuasaan di kerajaan/pemerintahan pribumi. Penguasa pribumi dan rakyatnya menjadi bawahan penjajah. Sebelum penjajahan dan sebelum terjadi intervensi politik para penguasa kolonial, di Indonesia telah berkembang sistem kerajaan. Kerajaan tersebut berkembang sendiri-sendiri di daerah.

Pada Masa Pemerintahan Daendels

Pada masa pemerintahan Daendels kemudian melakukan pembaruan di bidang politik dan administrasi pemerintahan. Daendels membagi wilayah kekuasaan kolonial Belanda menjadi sembilan prefektur dan terbagi dalam 30 regentschap (kabupaten).

Setiap prefektur diangkat seorang pejabat kepala pemerintahan yang disebut prefekPrefek diangkat dari orang Eropa. Setiap regentschap dikepalai oleh seorang regent atau bupati yang berasal dari kaum pribumi. Status bupati sampai dengan camat sepenuhnya menjadi pegawai negeri (binnenland bestuur) baru terwujud setelah diterapkannya sistem tanam paksa.

Dalam struktur pemerintahan dikenal adanya pemerintahan tertinggi (semacam pemerintahan pusat). Di tingkat pusat juga ada lembaga yang disebut dengan Raad van Indie, tetapi perannya cenderung sebagai dewan penasihat. Dalam pelaksanaan pemerintahan dikenal juga adanya departemen-departemen untuk mengatur pemerintahan secara umum.

Beberapa departemen hasil reorganisasi tahun 1866 antara lain Departemen Dalam Negeri; Departemen Pendidikan, Agama, dan Kerajinan; Departemen Pekerjaan Umum; Departemen Keuangan; Departemen Urusan Perang; kemudian dibentuk Departemen Kehakiman (1870); dan Departemen Pertanian (1904) yang disempurnakan menjadi Departemen Pertanian, Industri, dan Perdagangan (1911).

Dalam pelaksanaan pemerintahan dalam negeri ada dualisme pemerintahan. Ada pemerintahan Eropa (Europees bestuur) dan pemerintahan pribumi (inlands bestuur) di lingkungan pemerintahan Eropa terdapat pejabat wilayah yang paling tinggi adalah residen.

Di bawah residen ada pejabat asisten residen (mengepalai suatu wilayah bagian dari keresidenan yang dinamakan afdeling). Di bawah asisten residen ada pejabat yang disebut kontrolir (controleur). Adapun terkait dengan pemerintahan pribumi, para pejabatnya semua dijabat oleh priayi pribumi. Jenjang tertinggi dalam pemerintahan pribumi adalah regent atau bupati yang memimpin sebuah kabupaten.

Seorang bupati dibantu oleh seorang pejabat yaitu patih. Umumnya satu wilayah kabupaten terbagi menjadi beberapa distrik dipimpin oleh seorang wedana. Kemudian setiap distrik terbagi menjadi onderdistrik yang dikepalai seorang asisten wedana atau camat. Unit paling bawah adalah desa-desa.

Pada Masa Pemerintahan Raffles

Pada masa pemerintahan Raffles, Raffles mereformasi pemerintahan. Raffles yang berpandangan liberal mulai menghapus ikatan fodal dalam masyarakat Jawa. masyarakat Jawa yang sudah terbiasa hidup dalam adat istiadat dan ikatan feodal yang kuat dipaksa untuk mengikuti sistem birokrasi baru.

Pada masa Raffles, bupati sebagai penguasa lokal harus dijauhkan dari otonomi yang menguntungkan diri sendiri. Seorang bupati diangkat sebagai pegawai pemerintah di bawah seorang residen. Raffles membagi Jawa menjadi 16 keresidenan. tiap keresidenan dikepalai oleh seorang residen dan dibantu oleh beberapa asisten residen.

Tujuan pembaruan yang dilakukan Raffles tersebut adalah melakukan transformasi sistem pemerintahan Jawa, yaitu menggantikan sistem tradisional Jawa yang bersifat patrimonial menuju sistem pemerintahan modern yang rasional.

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, sistem pemerintahan Raffles diperbaiki. Selain untuk menyatukan seluruh wilayah Hindia Belanda yang masih berbentuk kerajaan-kerajaan, pemerintah kolonial Belanda melakukan politik pasifikasi kewilayahan di Aceh, Sumatra Barat, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sunda Kecil, Maluku, dan Papua. Penyatuan sleuruh wilayah Hindia Belanda tersebut baru berhasil sekitar tahun 1905.

Baca juga: Latar Belakang Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia

Nah, itulah dia artikel tentang dampak kolonialisme dan imperalisme di bidang politik pemerintahan. Demikian artikel yang dapat freedomsiana.id bagikan tentang dampak kolonialisme dan imperalisme di Indonesia dan semoga bermanfaat.

Mas Pur Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *