Puncak dominasi Barat atas Islam terjadi pada sekitar abab ke-18. Pada abad ke-20 barulah timbul gagasan-gagasan untuk lepas dari cengkeraman Barat yang berupa perlawanan. Pada dasarnya, gerakan-gerakan pembaruan tersebut muncul disebabkan oleh dua faktor utama, yakni dari internal umat Islam sendiri dan keinginan yang kuat untuk melepaskan diri dari Barat.
Pada waktu itu Barat hampir menguasai seluruh sektor, seperti sektor ekonomi, keilmuan, perdagangan, dan kebudayaan. Gerakan pembaruan tersebut didasari oleh Alquran dan Sunah. Gerakan pembaruan tersebut dimulai sejak tahun 1800 M sampai dengan sekarang ini. Pada pembelajaran ini kita akan mempelajari tentang perkembangan Islam di bidang akidah pada masa modern beserta tokoh-tokohnya, yaitu sekitar tahun 1800 sampai sekarang.
Pembaruan Islam di Bidang Akidah
Pembaruan di bidang akidah yang dilakukan oleh umat Islam sebagai bentuk revitalisasi akidah yang sempat menghilang dalam lingkaran dominasi Barat. Pembaruan akidah islamiah dipelopori oleh beberapa tokoh. Di antara tokoh pembaruan Islam di bidang akidah adalah sebagai berikut.
1. Jamaluddin Al-Afghani
Salah satu tokoh pembaruan Islam di bidang akidah adalah Jamaluddin al-Afghani. Beliau lahir pada tahun 1897 M di Afganistan. Ia adalah seorang pemikir Islam yang berani menyuarakan pembaruan di tengah arus dominasi Barat. Ia berpendapat bahwa kemajuan ilmu pengetahuan Barat sesuai dengan cita-cita Islam sehingga ia begitu mengapresiasi pencapaian Barat. Kiblat Jamaluddin al-Afghani dalam melakukan pembaruan adalah negara-negara bercorak Islam, seperti India, Turki, atau Mesir. Ia ingin mendirikan sebuah universitas tetapi hal tersebut ditentang oleh tokoh ulama di Turki. Kemudian, ia pun diusir dari Turki.
Pembaruan yang dilakukan Jamaluddin al-Afghani diantaranya adalah sebagai berikut.
- Umat Islam harus menggunakan rasio dan kebebasan dalam berpendapat untuk mencapai suatu kemajuan dan kemenangan.
- Kaum pria dan wanita memiliki peranan yang sama dalam kemajuan.
- Pergantian sistem pemerintahan, dari yang sebelumnya menggunakan sistem otokrasi diganti menjadi sistem demokrasi, atau bahkan sistem republik. Dengan sistem tersebut, diharapkan munculnya kebebasan dalam berpendapat dan adanya undang-undang yang mengatur.
- Mengalang persatuan dan kerja sama umat Islam dunia atau disebut dengan pan-Islamisme.
2. Muhammad bin Abdul Wahhab
Muhammad bin Abdul Wahhab lahir di Uyaina, Najed, Saudi Arabia pada tahun 1703 M. Ia seorang keturunan ulama terkemuka di wilayah tersebut. Muhammad bin Abdul Wahhab memandang persoalan tauhid merupakan ajaran yang paling dasar dalam Islam sehingga apabila terjadi penyimpangan, maka ia segera meluruskannya.
Ia berpendapat sebagai berikut.
- Allah Swt. yang harus disembah, apabila ada yang menyembah selain Allah Swt., maka ia telah syirik.
- Kebanyakan orang Islam tidak menganut paham tauhid yang sebenarnya karena meminta pertolongan bukan kepada Allah Swt.
3. Muhammad Abduh
Tokoh pembaruan di bidang akidah yang lain adalah Muhammad Abduh yang lahir pada tahun 1849 dan wafat pada tahun 1905 M. Beliau adalah seorang cendekiawan yang terkemuka berkat pemikirannya tentang doktrin agama secara rasional yang termuat dalam kitab Tauhid.
Pemikiran Muhammad Abduh tergolong revolusioner sehingga banyak murid beliau yang menuangkan pila pikir Muhammad Abduh dalam karya-karyanya. Di antara para muridnya adalah sebagai berikut.
- Muhammad Rasyid Ridha dalam tafsir Al-Manar.
- Wasim Amin dalam kitab Tahrir al-Mar’ah.
- Farid Wajdi dalam kitab Dairah al-ma’arif.
- Tantowi Jauhari dalam Taj al-Murassa’ bi Jawahir Alquran wa al-‘Ulum.
- Muhammad Husaid Haikat dalam kitab Hayah Muhammad.
4. Muhammad Rasyid Ridha
Muhammad Rasyid Ridha adalah murid dari Muhammad Abduh yang juga pengarang dari kitab tafsir al-Manar. Dalam kitab tersebut menjelaskan tentang pemahaman-pemahaman rasional dan modern.
Semasa hidupnya, Rasyid Tida menguasai bahasa asing, yaitu bahasa Prancis dan Turki. Dengan kemampuannya tersebut, ia dapat mendalami ilmu pengetahuan umum dan juga dalam gerakan pembaruan Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh. Salah satu keikutsertaannya dalam gerakan pembaruan adalah ketika ia turut serta dalam menerbitkan kitab Al-Urwah al-Wustha di Paris, Prancis dan disebarkan di Mesir. Dalam bab akidag, Rasyid Ridha berpendapat bahwa melemahnya akidah Islamiah disebabkan oleh maraknya bidah yang masuk ke dalam ajaran-ajaran Islam sehingga ajaran Islam murni menjadi terlupakan. Menurutnyam, bidah adalah kesesatan yang dapat menjerumuskan umat Islam.
5. Sa’ad Zaghlul
Salah seorang pahlawan kemerdekaan mesir adalah Sa’ad Zaghlul. Ia adalah seorang nasionalis yang berwibawa dan turut serta dalam pembebasan Mesir. Ia dianggap sebagai pemimpin nasional, dna ia adalah murid dari Muhammad Abduh. menurutnya, pendidikan yang baik akan membangkitkan jiwa nasionalisme kepada setiap orang.
Selama ia memimpin Mesir, ia banyak mendirikan sekolah-sekolah dan menghapuskan kasta sosial dalam belajar sehingga semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Ia menjadikan bahasa Ingris sebagai bahasa kedua setelah bahasa Arab. Ia juga mendirikan sekolah kehakiman yang dinamakan Perguruan Tinggi Hakim Agama.
Kesejahteraan rakyat dari berbagai golongan harus diwujudkan, dan ia juga ingin menciptakan kerukunan umat, antarumat Islam, umat Yahudi, dan Kristen di Mesir.
6. Toha Husein
Salah seorang sejarawan dan filsuf muslim yang terkenal adalah Toha Husein. Ia adalah pendukung gagasan Muhammad Ali Pasya yang menginginkan modernisasi. Ia dilahirkan pada tahun 1889 di Mesir Selatan dan Meninggal pada tahun 1973.
Ia berpendapat bahwa Ilmu pengetahuan mempunyai peran yang sangat sentral dalam memajukan suatu peradaban. Ilmu pengetahuan tidak hanya memberi manfaat dalam praktik semata, tetapi juga lebih pada membangun suatu kebudayaan.
7. Yusuf al-Qardhawi
Pendapat Yusuf al-Qardhawi tentang keilmuan cukup mewakili pandangan mayoritas umat muslim di dunia. Ia berpendapat bahwa modernisasi dan pembaratan adalah berbeda. Menurutnya, Islam tidak menolak modernisasi ilmu pengetahuan, tetapi justru sangat mendukungnya. Tidak berarti Islam menganut pemikiran Barat, tetapi mengambil manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut untuk dijadikan sebagai media memajukan peradaban Islam.
Pemikiran ini sampai sekarang masih ada karena pada dasarnya Islam hanya memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kemajuan peradaban Islam sendiri.
8. Sayyid Ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan adalah salah satu pemikir yang mendukung pendapat Jamaluddin al-Afghani dalam hal modernisasi. Ia menekankan tentang kemampuan umat Islam dalam bidang sains dan teknologi. Seperti halnya Al-Afghani, ia menyerukan kaum muslim untuk meraih ilmu pengetahuan modern.
Akan tetapi berbeda dengan Al-Afghani, ia melihat adanya kekuatan yang membebaskan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Kekuatan pembebas itu antara lain meliputi penjelasan mengenai suatu peristiwa dengan sebab-sebabnya yang bersifat fisik materiel. Di Barat, nilai-nilai ini telah membebaskan orang dari takhayul dan cengkraman kekuasaan gereja. Kini dengan semangat yang sama, Ahmad Khan merasa wajib membebaskan kaum muslim dengan melenyapkan unsur yang tidak ilmiah dari pemahaman terhadap Alquran. Ia amat serius dengan upayanya ini antara lain dengan menciptakan sendiri metode baru penafsiran Alquran. Hasilnya adalah teologi yang memiliki karakter atau sifat ilmiah dalam tafsir Alquran.
9. Muhammad Iqbal (1873-1938)
Muhammad Iqbal adalah salah satu pemikir Islam modern yang memiliki background pendidikan tradisional Islam di India. Pemikir Islam yang lahir di Punjab tersebut juga mendalami pemikiran Barat modern. Ia adalah pemikir di awal abad ke-20.
Salah satu karyanya yang terkenal adalah The Reconstruction of Religious Throught in Islam (Pembangunan Kembali Pemikiran Keahamaan dalam Islam) yang dterbitkan pada tahun 1930. Dalam pendapatnya, Iqbal menyampaikan pemikiran-pemikiran Islam modern yang dibungkus dengan penyampaian yang lebih mudah diterima oleh kalangan Islam.
10. Ali Shariati
Seorang sosiolog Irang yang bernama Ali-Shariati lahir pada tahun 1933 di Mazinan. Beliau terkenal dengan karya-karya di bidang sosiologi agama. Semasa muda, Ali-Shariati bergaul dengan masyarakat ekonomi lemah.
Dari sanalah ia melihat potret kemiskinan yang ada di Iran waktu itu. Ali Shariati juga mempelajari ilmu filsafat dan juga ilmu politik yang banyak mempelajari tentang pemikiran Maulana Rumi dan Muhammad Iqbal.